Penganiayaan Keempat, di Bawah Kaisar Marcus Aurelius Antoninus (162-180 M)



Marcus Aurelius seorang filosof dan menulis Meditations, karya klasik stoikisme, yang bersikap acuh tak acuh terhadap kesenangan atau penderitaan. Ia juga kejam dan tidak berbelas kasihan terhadap orang-orang Kristen, dan bertanggung jawab atas penganiayaan keempat kepada mereka

Kekejaman terhadap orang-orang Kristen dalam penganiayaan ini begitu tidak manusiawi sehingga banyak orang yang menyaksikannya merasa muak dengan kekejaman itu dan merasa takjub me1ihat keberanian orang yang mengalami siksaan itu. Beberapa martir, kakinya dihancurkan dengan alat penjepit dan kemudian dipaksa berjalan di atas duri, paku, kerang yang tajam, dan benda-benda tajam lainnya. Orang lainnya dicambuk sampai otot dan pembuluh darah mereka pecah. Kemudian sete1ah mengalami penderitaan melalui siksaan yang paling mengerikan yang bisa dipikirkan, mereka dibunuh dengan cara yang mengerikan. Namun, hanya sedikit yang berpaling dari Kristus atau memohon kepada para penyik sa mereka untuk meringankan penderitaan mereka. 

Ketika Germanicus, seorang Kristen sejati yang masih muda diserahkan kepada singa yang buas karen a kesaksian imannya, ia bersikap begitu penuh keberanian sehingga beberapa orang kafir bertobat pada iman yang memuneulkan keberanian semacam itu. 

Polikarpus, seorang murid Rasul Yohanes dan penilik gereja di Smirna. Ia mendengar bahwa para prajurit menearinya lalu berusaha me1arikan diri, tetapi ia ditemukan oleh seorang anak. Sete1ah memberi makan para penjaga yang menangkapnya, ia meminta waktu satu jam untuk berdoa dan permintaannya dikabulkan mereka. Ia berdoa dengan begitu tekun sehingga para penjaga itu meminta maafkepadanya karena mereka ditugaskan untuk menangkapnya. Namun, ia akhirnya dibawa ke depan gubernur dan dihukum bakar di tengah pasar. 
Setelah putusan hukumannya ditentukan, gubernur berkata kepadanya, “Celalah Kristus dan aku akan melepaskan kamu.” 

Polikarpus menjawab, “De1apan puluh enam tahun aku te1ah me1ayani Dia; Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku. Bagaimana mungkin aku mengkhianati Rajaku yang telah menye1amatkan aku?” 

Di tengah pasar, ia diikat di tonggak dan tidak dipaku seperti kebiasaan pada saat itu karena ia menjamin mereka bahwa ia akan berdiri tanpa bergerak dalam nyala api dan tidak akan me1awan mereka. Pada saat kayu-kayu kering yang diletakkan di sekitarnya dinyalakan, nyala api itu berkobar dan me nyelubungi tubuhnya tanpa membakarnya. Maka pelaksana hukuman diperintahkan untuk menusuknya dengan pedang. Ketika ia me1akukannya, darah yang sangat banyak menyembur ke1uar dan memadamkan api itu.

Meskipun ternan-ternan Kristennya memohon agar tubuhnya diberikan kepada mereka supaya mereka dapat menguburkannya, musuh-musuh Injil bersikeras agar tubuhnya dibakar dengan api, dan itu dilaksanakan. 

Felicitatis, seorang wanita kaya dari ke1uarga Romawi yang terkenal, seorang Kristen yang saleh dan setia. Ia memiliki tujuh anak yang juga adalah orang Kristen yang setia. Mereka semua menjadi martir. 

Januarius, anaknya yang tertua, dicambuk, dan ditekan dengan beban yang berat sampai mati. Felix dan Philip, dua anak berikutnya, otaknya terlempar ke1uar ketika dipukul dengan pentung. Silvanus, anak keempat, dilemparkan dari tebing yang euram. Ketiga anak yang paling muda, Alexander, Vitalis, dan Martial, dipancung dengan pedang. Felieitatis kemudian dipancung dengan pedang yang sama. 

Justinus, teolog Yunani yang mendirikan sekolah filsafat Kristen di Roma dan menulis Apology dan the Dialogue,juga menjadi martir se1ama masa penganiayaan ini. Ia adalah penduduk asli Neapolis, di Samaria, dan adalah peeinta kebenaran serta ilmuwan universal. Sete1ah pertobatannya pada kekristenan ketika berusia 30 tahun, ia menulis surat kiriman yang indah kepada orang-orang kafir dan menggunakan talentanya untuk meyakinkan orang-orang Yahudi terhadap kebenaran iman Kristen. 

Ketika orang-orang kafir mulai memperlakukan orang-orang Kristen dengan sangat kejam, Justinus menulis pembelaan untuk membela mereka sehingga men¬dorong Kaisar untuk mengeluarkan keputusan untuk membela orang-orang Kristen. 

Segera setelah itu, ia sering melakukan perdebatan dengan Crescens, seorang filosof sinis yang terkenal Argumen Justinus mengungguli Crescens dan itu mengganggunya sehingga ia berusaha menghancurkan Justinus. Pembelaan kedua yang ditulis Justinus untuk orang-orang Kristen memberikan kesempatan yang dibutuhkan Crescens dan ia meyakinkan Kaisar bahwa Justinus berbahaya baginya. Akibatnya ia dan keenam pengikutnya ditangkap lalu diperintahkan untuk memberikan persembahan kepada berhala kafir. Ketika mereka menolak, mereka dicambuk kemudian dipancung.

Segera setelah itu, penganiayaan mereda untuk sementara karena terjadinya pelepasan yang ajaib atas pasukan Kaisar dari kekalahan tertentu di peperangan di wilayah utara melalui doa-doa pasukan tentaranya yang semuanya adalah Kristen. Namun, penganiayaan dimulai lagi di Prancis dan siksaannya jauh melebihi kemampuan penggambaran melalui kata-kata.

Sanctus, diaken dari Vienna, bagian tubuhnya yang paling lunak ditempeli plat tembaga panas menyala dan dibiarkan di sana sampai seluruh tulangnya terbakar. 

Blandina seorang wanita Kristen yang postur tubuhnya lemah sehingga ia dipandang tidak akan mampu menjalani siksaan, tetapi ketabahannya sangat luar biasa sehingga penyiksanya menjadi kecapaian dengan pekerjaan mereka yang jahat. Ia kemudian dibawa ke amphitheater dengan tiga orang lainnya lalu digantung pada sepotong kayu yang ditancapkan di tanah dan dibiarkan menjadi makanan singa yang buas. Sementara mengalami penderitaannya, ia berdoa dengan tekun untuk teman-temannya dan menguatkan mereka. Namun, tidak satu pun dari singa-singa itu yang menyentuhnya,jadi ia dimasukkan ke dalam penjara lagi - itu terjadi dua kali.

Kali terakhir ia dibawa keluar, ia ditemani oleh seorang remaja berusia 15 tahun Ponticus. Ketabahan iman mereka membuat marah orang banyak itu sehingga sekalipun ia wanita dan temannya masih muda, tidak dipandang sama sekali; dan mereka diserahkan pada hukuman dan siksaan yang paling kejam. Blandina dicabik-cabik oleh singa itu, dicambuk dan dimasukkan dalam jaring lalu diseruduk ke sana kemari oleh seekor banteng liar kemudian diletakkan di kursi logam yang merah menyala dalam keadaan telanjang. Ketika ia bisa berbicara, ia menasihati semua orang yang berada di dekatnya untuk berpaut kuat-kuat pada iman mereka. Ponticus bertahan sampai mati. Ketika penyiksa Blandina tidak mampu membuatnya mencabut imannya, mereka membunuhnya dengan pedang. 

0 comments:

Post a Comment

Total Pageviews

Praditya. Powered by Blogger.

Translate

Search