Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
zat aditif makanan itu?
2. Bagaimanakah
dampak pemakaian zat aditif yang pada makanan? Adakah keuntungan dan kerugiannya?
3.
Adakah undang-undang mengenai zat aditif makanan?
4.
Adakah uji kehalalan zat aditif buatan?
5.
Bagaimanakan cara mencegah
dampak penggunaan zat aditif yang berbahaya?
C. Tujuan Penulisan
1. Sebagai
tugas pada kelas IX untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
2. Menambah
koleksi karya tulis di perpustakaan SMPN 4 Kota Mojokerto.
3. Masukan
bagi instansi terkait dengan hal yang dikupas dalam karya tulis.
4. Menambah
wawasan para pembaca dan penulis.
5. Melatih
kreativitas penulis dalam pembuatan karya tulis yang bermutu.
D. Metode Penulisan
Metode
penulisan karya tulis ini adalah studi pustaka dan pengamatan.
E. Sistematika
Bab 1 Pendahuluan : A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
D. Metode penulisan
E. Sistematika
Bab
2 Isi
Bab
3 Penutup : A. Kesimpulan
B. Saran
Bab 2
Isi
1.
Aditif Makanan
1.1. Pengertian
Aditif
makanan
atau bahan tambahan makanan
adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan
dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa,
tekstur, dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan aditif makanan telah
digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan atau sintetis.
Bahan tambahan makanan adalah bahan
yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat
dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau
pengemasan asal.
Agar makanan yang tersaji tersedia
dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan
bahan tambahan makanan yang sering disebut zat aditif kimia (food
aditiva). Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang
menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.
1.2. Jenis
Bahan aditif makanan dapat
digolongkan menjadi beberapa kelompok tertentu tergantung kegunaanya,
diantaranya:
1.2.1. Penguat Rasa
Monosodium Glutamat (MSG) sering
digunakan sebagai penguat rasa makanan buatan dan juga untuk melezatkan
makanan. Adapun penguat rasa alami
diantaranya adalah bunga cengkeh, pala, merica, cabai, laos, kunyit, ketumbar. Contoh penguat rasa buatan adalah monosodium glutamat/vetsin, asam cuka, benzaldehida,
amil asetat.
Bahan Perasa (Flavor) yang berasal
dari bahan sintetis ini relatif lebih aman. Namun demikian, kadar dan
pemakaiannya perlu dikontrol dengan baik. Hampir semua makanan yang ada di pasaran mengandung bahan perasa
buatan. Mulai dari makanan ringan untuk anak-anak, permen, kue, sampai minuman ringan,
jus buah, dan susu.
Hampir semuanya menggunakan bahan
tersebut. Bahan perasa merupakan salah satu dari beberapa bahan tambahan
makanan yang berguna untuk memantapkan rasa dan aroma dalam pengolahan makanan.
Selain itu juga untuk meminimalkan biaya produksi. Contoh zat perasa seperti
perasa buah-buahan (nanas, jeruk, anggur dan lain-lain) dan juga ada perasa
daging atau unggas.
Bahan perasa atau flavor memang
sudah menjadi kebutuhan bagi industri pangan dewasa ini. Dengan bahan perasa
tersebut para produsen bisa menghasilkan berbagai rasa hanya dengan mengubah
rasa atau flavor yang digunakan. Misalnya saja pada sirup bahan dasarnya
adalah air dan gula. Namun dengan ditambahkan flavor dapat dihasilkan berbagai
jenis minuman dengan rasa yang berbeda
Bahan perasa sendiri dari segi
pembuatannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perasa Natural (alami)
Perasa alami diambil dari bahan-bahan alami, misalnya rasa
bawang maka diambil dari ekstrak bawang dan rasa ayam diambil dari sari ayam.
b. Perasa Sintetis (buatan)
Perasa buatan dihasilkan dari
bahan-bahan sintetis. Misalnya saja dari sintetis bahan-bahan kimia yang
berasal dari turunan minyak bumi. Bahan-bahan tersebut memiliki karakter
seperti penyusun rasa tertentu. Misal butyl butirate yang memiliki rasa
mirip pir dan nanas. Atau berbagai asam amino yang melalui suatu reaksi bisa
menyerupai rasa daging atau kimia. Salah satu jenis zat perasa adalah
zat pemanis.
1.2.2. Pemanis
Zat pemanis buatan biasanya
digunakan untuk membantu mempertajam rasa manis. Beberapa jenis pemanis buatan yang
digunakan adalah sakarin, siklamat, dulsin, sorbitol dan aspartam. Pemanis buatan ini juga dapat
menurunkan risiko diabetes, namun siklamat merupakan zat yang bersifat karsinogen.
Pemanis yang termasuk BTM adalah
pemanis pengganti gula (sukrosa). Pemanis, baik yang alami maupun yang
sintetis, merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak
(atau hanya sedikit) mempunyai nilai gizi (non-nutritive sweeteners).
Suatu senyawa untuk dapat digunakan
sebagai pemanis, kecuali berasa manis, harus memenuhi beberapa kriteria
tertentu, seperti: larut dan stabil dalam kisaran pH yang luas, stabil pada
kisaran suhu yang luas, mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai side atau
after-taste, dan murah, setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula.
Senyawa yang mempunyai rasa manis
strukturnya sangat beragam. Meskipun demikian, senyawa-senyawa tersebut
mempunyai feature yang mirip, yaitu memiliki sistem donor/akseptor proton
(sistem AHs/Bs) yang cocok dengan sistem reseptor (AHrBr) pada indera perasa
manusia. Siklamat merupakan salah satu jenis pemanis buatan yang memiliki
tingkat kemanisan 30 kali daripada sukrosa. Karena tingkat kemanisannya yang
sangat tinggi, maka sering disebut dengan ‘biang gula’.
Siklamat memiliki nama dagang yang
dikenal sebagai Assugrin, Sucaryl, dan Sugar Twin dan Weight Watchers.siklamat
lebih banyak digunakan oleh produsen tingkat industri besar, disebabkan
sifatnya yang tidak menimbulkan ‘after taste’ pahit serta sifatnya yang mudah
larut dan tahan panas, sehingga banyak digunakan terutama dalam produk-produk
minuman ringan.
Batas maksimum penggunaan siklamat
menurut ADI (acceptable daily intkae) yang dikeluarkan oleh FAO ialah 500 –
3000 ppm. Level yang aman untuk penggunaan pemanis buatan hanya 45 persen nilai
ADI. Siklamat pada manusia mempunyai nilai ADI maksimun 11 mg/kg berat badan
(BB). Jadi kalau pada anak ditemukan siklamat 240 persen ADI, berarti kandungan
pemanis buatan itu sudah mencapai 240 persen/0,45 = 533,3 persen. Jika
dikonversikan, berarti kandungan siklamat sebesar 5,333 x 11 mg/kg = 58,63
mg/kg BB Siklamat merupakan pemanis non-nutritif lainnya yang tidak kalah
populer. Tingkat kemanisan siklamat adalah 30 kali lebih manis daripada gula
dan siklamat tidak memberikan after-taste seperti halnya sakarin. Meskipun
demikian, rasa manis yang dihasilkan oleh siklamat tidak terlalu baik (smooth)
jika dibandingkan dengan sakarin. Siklamat diperjual belikan dalam bentuk garam
Na atau Ca-nya. Siklamat dilarang penggunaannya di Amerika serikat, Kanada, dan
Inggris sejak tahun 1970-an karena produk degradasinya (sikloheksil amina)
bersifat karsinogenik. Meskipun demikian, penelitian yang mendasari pelarangan
penggunaan siklamat banyak mendapat kritik karena silamat digunakan pada
tingkat yang sangat tinggi dan tidak mungkin terjadi dalam praktek sehari-hari.
Oleh karena itu, FAO/WHO masih memasukkan siklamat sebagai BTM yang
diperbolehkan.
Direktur Standarisasi BPOM Irawati Susalit,
di Jakarta, Senin, mengatakan, berdasarkan ketentuan terbaru Surat Keputusan
Menteri Kesehatan tahun 2000 ada 13 bahan pemanis makanan yang diijinkan di
Indonesia, salah satunya siklamat.
“Siklamat termasuk boleh digunakan.
Penggunaannya terus dipantau dikaji,” kata Irawati. Hal itu dikemukakannya
menanggapi adanya surat edaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan mengenai
adanya sejumlah minuman tertentu yang mengandung siklamat yang memicu penyakit
lupus yang merusak antibodi. Irawati mengakui, kendati boleh digunakan, BPOM
membatasi penggunaan siklamat pada produk makanan dan minuman tertentu, antara
lain, siklamat tidak boleh digunakan untuk makanan bayi, balita, serta ibu
hamil dan menyusui.
“Siklamat tidak boleh digunakan
sembarangan pada produk-produk pangan. Hanya produk makanan dan minuman
tertentu yang masuk sub kategori tertentu saja yang bisa menggunakannya,” ujar
Irawati.
Dikatakan juga, siklamat termasuk
zat pemanis tambahan yang terdaftar pada CODEX Alimentarius atau badan dunia
untuk keamanan produk makanan dan minuman dibawah WHO dan FAO.
Menangggapi pertanyaan, bahwa
sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan Jepang sudah tidak menggunakan
siklamat, Irawati membenarkan kedua negara tersebut tidak menggunakan siklamat,
namun menggunakan pemanis tambahan stevia, yang di Indonesia tidak diizinkan.
“Malaysia termasuk negara yang
mengijinkan penggunaan stevia glukosaid, tapi kita tidak karena belum ada
kajian yang bisa membuktikan dampaknya,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, Indonesia
juga melarang produk makanan dan minuman yang mengandung stevia masuk ke
Indonesia, karena termasuk zat tambahan yang belum diizinkan.
Sementara itu Ketua Umum Pusat
Informasi Produk Makanan dan Minuman (PIPIMM) Suroso Natakusuma
mengatakan pihaknya akan membuat surat edaran mengenai ketidakbenaran informasi
mengenai 42 daftar minuman yang mengandung siklamat yang dinyatakan berbahaya
karena memicu penyakit lupus.
1.2.3. Pengawet
Bahan pengawet adalah zat kimia yang
dapat menghambat kerusakan pada makanan, karena serangan bakteri,
ragi, cendawan. Reaksi-reaksi kimia yang sering
harus dikendalikan adalah reaksi oksidasi, pencoklatan (browning) dan reaksi enzimatis
lainnya. Pengawetan makanan sangat menguntungkan produsen karena dapat
menyimpan kelebihan bahan makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat
musim paceklik tiba. Contoh
bahan pengawet adalah natrium benzoat, natrium
nitrat, asam sitrat,
dan asam sorbat.
1.2.3.1.
Pengawetan Makanan
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk
membuat makanan
memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan.
Dalam mengawetkan makanan
harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan,
cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi
pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa
kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan
makanan.
1.2.3.2.
Tujuan
Sejak manusia dapat
berbudidaya tanaman
dan hewan, hasil produksi panen menjadi
berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan dapat
menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan. Contohnya lemak menjadi tengik
karena mengalami reaksi oksidasi radikal
bebas. Untuk menangani hal tersebut, manusia melakukan pengawetan pangan, sehingga
bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia
dan bahan makanan dapat dipertahankan. Selain itu, pengawetan makanan juga
dapat membuat bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dan
sebagainya dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.
1.2.3.3.
Cara
Cara pengawetan bahan
makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan
tujuan dari pengawetan. Secara garis besar ada dua cara dalam mengawetkan
makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia.
1.2.3.4.
Fisik
Pengawetan makanan secara
fisik merupakan yang paling bervariasi jenisnya, contohnya adalah:
·
Pemanasan. Teknik ini dilakukan
untuk bahan padat, namun tidak efektif untuk bahan yang mengandung gugus fungsional,
seperti vitamin dan protein.
·
Pendinginan. Dilakukan dengan
memasukkan ke lemari pendingin, dapat diterapkan
untuk daging dan susu.
·
Pembekuan, pengawetan makanan
dengan menurunkan temperaturnya hingga di bawah titik beku air.
·
Pengasapan.
Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan jangka panjang,
biasa diterapkan pada daging.
·
Pengalengan.
Perpaduan kimia (penambahan
bahan pengawet) dan fisika (ruang
hampa dalam kaleng).
·
Pembuatan
acar. Sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
·
Pengentalan dapat dilakukan untuk
mengawetkan bahan cair
·
Pengeringan,
mencegah pembusukan makanan
akibat mikroorganisme,
biasanya dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat.
·
Pembuatan
tepung. Teknik ini
sangat banyak diterapkan pada bahan karbohidrat.
1.2.3.5.
Biologi Dan Kimia
Pengawetan makanan secara
biologi dan kimia secara umum ditempuh dengan penambahan senyawa pengawet,
seperti:
·
Penambahan bahan kimia,
misalnya asam sitrat, garam,
gula.
·
pengasinan,
menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk makanan
·
pemanisan,
menaruh dalam larutan dengan kadar gula yang cukup
tinggi untuk mencengah kerusakan makanan
·
Pemberian bahan
pengawet, biasanya diterapkan pada bahan yang cair atau mengandung minyak.
Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan karsinogenik.
Bahan pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam seperti pada ikan asin dan telur
asin, dan sirup karena larutan gula kental
dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Kalsium
propionat atau natrium propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat
pertumbuhan kapang dalam keju, sirup dan
buah kering.
1.2.3.6.
Prinsip
Prinsip pengawetan pangan
ada tiga, yaitu:
·
Mencegah atau
memperlambat laju proses dekomposisi
(autolisis) bahan pangan
·
Mencegah kerusakan yang
disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama
·
Mencegah atau
memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet
juga diharapkan dapat mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba. Ditinjau
secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada
sistem metabolismenya.
Karena itu bahan
kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif biasanya
digunakan asam-asam organik.
1.
Mencegah masuknya
mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
2.
Mengeluarkan mikroorganisme,
misalnya dengan proses filtrasi
3.
Menghambat pertumbuhan
dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah,
pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik
atau penggunaan pengawet kimia
4.
Membunuh
mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
1.2.4. Pewarna
Warna dapat memperbaiki dan
memberikan daya tarik pada makanan.
Penggunaan pewarna dalam bahan makanan dimulai pada akhir tahun 1800, yaitu pewarna
tambahan berasal dari alam seperti kunyit, daun pandan, angkak, daun suji, coklat, wortel, dan karamel.
Zat warna
sintetik ditemukan oleh William Henry Perkins
tahun 1856, zat pewarna ini lebih stabil dan tersedia dari berbagai
warna. Zat warna sintetis mulai digunakan sejak tahun 1956 dan saat ini ada
kurang lebih 90% zat warna buatan digunakan untuk industri makanan. Salah
satu contohnya adalah tartrazin, yaitu pewarna
makanan buatan yang mempunyai banyak macam pilihan warna, diantaranya
Tartrazin CI 19140. Selain tartrazin ada pula pewarna buatan, seperti sunsetyellow
FCF (jingga), karmoisin (Merah), brilliant blue FCF (biru).
Bahan
pewarna
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap
benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air.
Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan
kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan pewarna dan pigmen terlihat
berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya.
Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan
tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi
menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama
lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral.
Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan
yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan,
khususnya akar-akaran,
beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari
pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
1.2.4.1.
Pewarna Organik
Pewarna organik pertama yang dibuat oleh manusia
adalah mauveine. Pewarna sintetik
ini ditemukan oleh William Henry
Perkin pada tahun 1856. Sejak itu, berbagai jenis pewarna sintetik
berhasil disintesis.
Pewarna sintetik secara cepat
menggantikan peran dari pewarna alami sebagai bahan pewarna. Hal ini disebabkan
karena biaya produksinya yang lebih murah, jenis warna yang lebih banyak, dan
kemampuan pewarnaan yang lebih baik. Pewarna sintetik diklasifikasikan
berdasarkan cara penggunaan di proses pewarnaan. Secara umum, pewarna sintetik
digolongkan sebagai pewarna asam, pewarna
basa,
pewarna
direct,
pewarna
mordant,
pewarna
vat,
pewarna
reaktif,
pewarna
disperse,
pewarna
azo,
dan pewarna sulfur.
1.2.4.2.
Pewarna Makanan
Jenis lain penggunaan bahan pewarna
adalah sebagai bahan pewarna makanan.
Pewarna makanan digolongkan sebagai aditif
makanan sehingga diproduksi dengan standar tinggi-tidak seperti
pewarna untuk industri. Pewarna makanan dapat berupa pewarna jenis direct,
mordant dan vat, dan penggunaannya secara ketat dikontrol hukum. Pewarna makanan
dapat juga berasal dari alam.
1.2.4.3.
Bahan Pewarna Penting Lainnya
Selain penggolongan yang disebutkan
di atas, terdapat pula penggolongan bahan pewarna sebagai berikut:
·
Oksidasi basa, terutama untuk rambut dan bulu
·
Pewarna kulit, untuk bahan kulit
·
Pencerah floresens, untuk serat tekstil dan kertas
·
Pewarna solven, untuk kayu, solven tinta
·
Pewarna karbin, metode pewarnaan yang baru dikembangkan
untuk mewarnai berbagai jenis substrat.
1.2.4.4.
Klasifikasi Secara Kimia
Berdasarkan kromofornya, pewarna dibagi menjadi:
·
Kategori:pewarna akridin, senyawa turunan akridin
·
Kategori:pewarna antrakuinon, senyawa turunan antrakuinon
·
Pewarna arylmetan
o Kategori:pewarna diarilmetan, berdasarkan difenil metan
o Kategori:pewarna triarilmetan, senyawa turunan trifenil metan
·
Kategori:pewarna
azo,
berdasarkan struktur -N=N- azo
·
Pewarna sianin, senyawa turunan ptalosianin
·
Pewarna Diazonium, berdasarkan garam diazonium
·
Pewarna nitro, berdasarkan gugus
fungsional nitro -NO2
·
Pewarna nitroso, berdasarkan gugus fungsional nitroso -N=O
·
Pewarna ptalosianin, senyawa turunan ptalosianin
·
Pewarna kuinon-imin, senyawa turunan kuinon
§ Kategori:pewarna safranin, senyawa turunan safranin
o
Indamin
o
Kategori:pewarna indofenol, senyawa turunan indofenol
o
Kategori:pewarna oksazin, senyawa turunan oksazin
o
Pewarna Oksazon, senyawa turunan oksazon
o
Kategori:pewarna tiazin, senyawa turunan tiazin
·
Kategori:pewarna tiazol, senyawa turunan tiazol
·
Pewarna Xantene, senyawa turunan xantene
o Pewarna fluorin, senyawa turunan fluorin
§ Pewarna pironin
o
Kategori:pewarna fluoron, berdasarkan fluoron
§ Kategori:pewarna rodamin, senyawa turunan rodamin
1.2.4.5.
Penyalahgunaan
Sering ditemukan di Indonesia
berbagai penyalahgunaan pewarna yang tidak aman yang digunakan terhadap
makanan. Badan
Pengawas Obat dan Makanan secara rutin melakukan survei di berbagai lokasi, terutama
yang dipenuhi pedagang kaki lima untuk mencegah
penyalahgunaan zat kimia berbahaya pada makanan. Berbagai bahan pewarna
non-makanan seperti Rhodamine B telah
digunakan pihak yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan pewarna jajanan.
Rhodamine B sesungguhnya dipakai di perpipaan (hidrolika),
pewarna di laboratorium mikrobiologi, dan herbisida.
1.2.5. Zat Penyedap Rasa Dan Aroma
Di
Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempah-rempah yang dipakai untuk
meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai,
laos, kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Selain zat penyedap cita
rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil sintesis bahan
kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis:
a.
Oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah
jeruk jika dicampur dengan zat penyedap ini.
b.
Etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah
nanas pada makanan.
c.
Amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah
pisang
d.
Amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan
terasa dan beraroma seperti buah apel.
Penyedap
sintetis lainnya adalah mono-natrium glutamat/vetsin (ajinomoto/sasa), asam
cuka, benzaldehida, amil asetat, dan lain-lain.
1.2.6. Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan yang
digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang
dicampurkan dengan air,
sehingga membentuk kekentalan tertentu. Contoh pengental adalah pati, gelatin, dan gum (agar, alginat, karagenan).
1.2.7. Pengemulsi
Pengemulsi (emulsifier)
adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi
lemak dalam air dan sebaliknya. Pada mayones
bila tidak ada pengemulsi, maka lemak akan terpisah dari
airnya. Contoh pengemulsi yaitu lesitin pada kuning telur, Gom arab dan gliserin.
1.2.8. Pemutih Dan Pematang Tepung
Zat aditif ini dapat mempercepat
proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu
pemanggangan. Selain zat pewarna makanan kita mengenal
zat pemutih makanan. Misalnya: oksidaklor, hydrogen peroksida, benzoil
peroksida, dll. Zat pemutih ini baik untuk memperbaiki warna bahan makanan
tanpa merusak komposisi bahan makanan. Contoh: tepung yang masih baru biasanya
berwarna kuning kecoklat-coklatan atau kuning keabu-abuan. Zat-zat pemutih
tersebut dapat digunakan untuk memutihkan tepung tadi. Hidrogen peroksida biasa
digunakan untuk memutihkan warna susu yang digunakan untuk membuat keju.
Ada
zat pemutih yang memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai pemutih warna zat makanan
juga sebagai pereaksi untuk menjadikan bahan makanan itu larut dalam air.
Misalnya: natrium hipoklorit digunakan agar pati yang tidak larut dalam air
menjadi larut dalam air.
Contoh: Asam askorbat, aseton peroksida,
dan kalium bromathidrogen peroksida, oksida klor, benzoil
peroksida, Natrium
hipoklorit.
1.2.9. Pengatur Keasaman
Zat aditif ini dapat mengasamkan,
menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: asam asetat,
aluminium amonium sulfat, amonium bikarbonat, asam klorida, asam laktat, asam
sitrat, asam tentrat, dan natrium bikarbonat.
1.2.10.
Anti Kempal
Zat antikempal biasanya ditambahkan pada bahan-bahan berbentuk
tepung atau butiran yang bersifat higroskopik untuk mempertahankan sifat
butirannya.
Zat antikempal akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air yang berlebihan atau membentuk campuran senyawa yang tidak dapat larut. Zat antikerak yang umum digunakan dalam pengolahan pangan adalah kalsium silikat, CaSiO3 xH2. Kalsium silikat digunakan untuk mencegah pergerakan kue soda dengan konsentrasi 5% atau mencegah pergerakan garam meja dengan konsentrasi 2%.
Zat antikempal akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air yang berlebihan atau membentuk campuran senyawa yang tidak dapat larut. Zat antikerak yang umum digunakan dalam pengolahan pangan adalah kalsium silikat, CaSiO3 xH2. Kalsium silikat digunakan untuk mencegah pergerakan kue soda dengan konsentrasi 5% atau mencegah pergerakan garam meja dengan konsentrasi 2%.
Kalsium silikat sering ditambahkan pada makanan dalam bentuk
tepung untuk mencegah aglomerasi, meningkatkan sifat mengalir selama pengolahn
dan menjamin produk tetap mengalir nselama penyimpanan. Bahan antipenggumpal
yang lain adalah natrium silikoaluminat, trikalsium silikat, magnesium silikat,
dan magnesium karbonat. Senyawa-senyawa tersebut tidak larut dalam air dan
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menyerap air.
Antikempal
adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang
berupa serbuk, tepung, atau bubuk. Bahan tambahan makanan ini biasanya
ditambahkan pada makanan yang berbentuk serbuk, misal-nya garam meja/merica
bubuk dan bumbu lainnya, agar makanan tersebut tidak mengempal dan mudah dituang
dari wadahnya. Contoh antikempal adalah kalsium aluminium silikat, kalsium
silikat, magnesium karbonat, silikon dioksida dipakai sebagai antikempal pada
garam meja, merica, dan rempah atau bumbu lainnya. Contoh lain garam-garam
stearat dan tri kalsium fosfat pada gula kaldu dan susu bubuk.
Pengempal digunakan sebagai bahan pengempal atau agar tidak
menggumpal pada makanan kering. Dapat melapisi partikel makanan mengurangi
kontak agar permukaan dan menahan kelembaban. Aplikasi pengempal digunakan pada
garam, baking soda, gula, bumbu sereal, tepung, biji-bijian, powder dan produk
kokristalisasi. Silikat digunakan pada kripik kentang, coklat bubuk, dan garam
dapur. Trikalsium fosfat pada bumbu, gula, dan produk powder dan
kokristalisasi, pati pada manisan, dan garam stearat pada tepung buah.
Contoh: aluminium silikat (susu
bubuk), dan kalsium aluminium silikat (garam meja), magnesium karbonat,
magnesium oksida.
1.2.11.
Pengeras
Zat
aditif ini dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Zat pengeras atau firming agent dapat diaplikasikan pada proses pembuatan acar
ketimun, sayuran, buah dalam kaleng,
daging dan ikan dalam kaleng serta
jem dan jeli sehingga diharapkan tekstur makanan tersebut masih tetap
terjaga lebih renyah (crispy) dan tidak
menjadi lunak selama proses.
1.2.11.1. Mekanisme Kerja.
Banyak
penelitian tentang bagaimana mempertahankan tekstur buah-buahan dan sayuran
berkaitan erat dengan tinggi dan rendahnya kandungan kalsium didalam sel-sel
jaringannya. Semakin rendah kandungan kalsiumnya, buah dan sayuran akan lebih
cepat lunak dan layu.
Penambahan
kalsium banyak diaplikasikan pada buah dan sayuran sebelum dan sesudah panen
untuk menunda proses pematangan. Disamping itu, proses pengerasan dan ketahanan
terhadap proses pelayuan dihasilkan dari kestabilan sistem membran dan
pembetukan kalsium pektat (Ca-Pectates) yang akan menambah pengerasan pada dinding sel dan penguatan pada kulit buah dan
sayuran.
Salah
satu bahan pengeras yang diijinkan yaitu kalsium klorida dapat ditambahkan
dengan kombinasi proses pemanasan untuk buah dan sayuran dalam kaleng. Pada
proses panas, molekul COO- akan terbentuk dari pektin yang
terkandung pada buah dan sayuran selanjutnya dengan Ca2+ akan
membentuk lapisan garam saling bersilangan. Lapisan garam ini menyebabkan
dinding sel buah akan terlindungi dari enzim-enzim yang menyebabkan proses
pelayuan dan matang.
Contoh:
aluminium amonium sulfat (pada acar ketimun botol), aluminium
kalium sulfat, aluminium natrium sulfat, aluminium sulfat (anhidrat), kalsium
glukonat, kalsium karbonat, kalsium klorida, kalsium laktat, kalsium sitrat,
kalsium sulfat, monokalsium fosfat, dan kalium glukonat (pada buah kalangan).
1.2.12.
Sekuestran
Adalah
bahan yang mengikat ion logam yang ada dalam makanan memantapkan warna dan tekstur pangan
atau mencegah kerusakan sehingga meningkatkan kestabilan bahan pangan.
Sekuestran mengikat logam dalam bentuk ikatan komlpeks sehingga mengalahkan
sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan pangan. Dengan demikian
sekuestran ini merupakan bahan penstabil yg dapat membantu menstabilkan warna,
cita rasa dan tekstur.
Contoh: asam fosfat (pada lemak dan
minyak makan), kalium sitrat (dalam es krim), kalsium dinatrium EDTA dan
dinatrium EDTA.
1.2.13.
Anti Oksidan
Anti
oksidan merupakan suatu zat aditif pada makanan berupa senyawa yang mudah
teroksidasi. Banyak produkmakanan dalam kemasan kaleng yang menggunakan
antioksidan. Beberapa jenis zat anti oksidan yang digunakandalam pengolahan
makanan, di antaranya asam askorbat dan butilhidroksianisol (BHA). Asam
askorbat digunakan padapengolahan daging dan buah kalengan. Sedangkan, butilhid
- roksianisol (BHA) digunakan untuk kemasan makanan.
2. Keuntungan
Dan Kerugian Penggunaan Zat Aditif
Zat aditif yang ada pada makanan
tidak selalu secara sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu. Namun, ada juga
zat aditif yang diperoleh secara tidak sengaja muncul pada makanan. Zat aditif
tersebut biasanya muncul pada proses pengolahan makanan. Secara keseluruhan,
penggunaan zat - zat aditif untuk campuran makanan dapat berdampak positif dan
negatif.
2.1.
Dampak Positif Penggunaan Zat Aditif
Berbagai macam penyakit dapat muncul
dari kebiasaan manusia mengkonsumsi makanan yang kurang memperhatikan
keseimbangan gizi. Misalnya, penyakit gondok yang berupa pembengkakan kelenjar
pada leher. Penyakit gondok disebabkan karena tubuh kurang mendapatkan zat
iodin. Penyakit gondok dapat dicegah dengan mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung zat iodin. Zat iodin dapat kita peroleh dari garam dapur yang biasa
digunakan untukmemberikan rasa asin pada makanan. Selain penyakit
gondok,kekurangan iodin dapat pula menyebabkan penyakit kretinisme
(kekerdilan). Orang yang memiliki penyakit diabetes mellitus (kencing manis)
perlu menjaga kestabilan kadar gula dalam darahnya. Penyakit ini dapat
disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Untuk menjaga kestabilan kadar
gula dalam darah, bagi penderita diabetes melitus disarankan untuk mengkonsumsi
sakarin (pemanis buatan) sebagai pengganti gula. Kekurangan konsumsi makanan
yang mengandung vitamin dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia,
misalnya penyakit Xerophtalmia. Penyakit Xerophtalmia merupakan penyakit yang
menyerang mata, yaitu terjadinyakerusakan pada kornea mata. Penyakit ini jika
tidak diatasi,maka dapat menimbulkan kebutaan. Untuk menghindaripenyakit
Xerophtalmia, perlu mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin A.
2.2.
Dampak Negatif Penggunaan Zat Aditif
Kemajuan teknologi di bidang pangan
dapat memacu manusia untuk menciptakan bahan makanan dengan kualitas yang makin
baik. Kualitas makanan yang baik tidak dapat dilihat dari bentuk tampilan
luarnya saja, akan tetapi yang paling penting adalah kandungan gizi dalam
makanan tersebut. Saat ini telah banyak ditemukan makanan yang unggul karena telah
melalui berbagai proses produksi sehingga memiliki ketahanan yang lebih lama
jika dibandingkan dengan kondisi normalnya. Misalnya, ikan sarden dalamkemasan
kaleng dapat bertahan berbulan - bulan, bahkan hingga satu tahun lamanya tanpa
mengalami pembusukan. Ikan sarden tersebut dapat bertahan lama setelah
ditambahkan zat pengawet pada proses produksi makanan tersebut. Namun, bahan
makanan yang menggunakan zat pengawet tidak dapat dikonsumsi setelah melewati
masa kadaluarsa. Beberapa bahan makanan yang berdampak negatif terhadap orang
yang mengkonsumsinya adalah sebagai berikut.
a.
CFC dan Tetrazine (zat pewarna)
Merusak organ
hati, ginjal dan meningkatkan kemungkinan hiperaktif pada masa kanak-kanak.
b.
Rhodamin B (zat pewarna tekstil)
Kanker dan menimbulkan keracunan pada
paru-paru, tenggorokan, hidung, dan usus.
c.
Sakarin (zat pemanis)
Sakarin merupakan garam natrium dari
asam sakarin yang memiliki tingkat kemanisan 300 kali dari gula biasa
(sukrosa). Sedangkan siklamat merupakan salah satu jenis pemanis buatan yang
memiliki tingkat kemanisan 30 kali daripada sukrosa. Karena tingkat
kemanisannya yang sangat tinggi, maka sering disebut dengan ‘biang gula’.
Infeksi
dan kanker kandung kemih
d.
Monosodium Glutamat/MSG (bahan penyedap)
Kerusakan
pada jaringan saraf, kelainan hati, trauma, hipertensi, stress, demam tinggi,
mempercepat proses penuaan, alergi kulit, mual, muntah, migren, asma, ketidak
mampuan belajar, dan depresi.
e.
Formalin
Formalin adalah sebuah larutan
berwarna formaldehida dalam air, digunakan terutama sebagai
pengawet spesimen jaringan atau mayat. Formalin digunakan untuk
mengawetkan jaringan sehingga dapat diproses dan diperiksa di
bawah mikroskop oleh seorang ahli
patologi.
Efek
samping: kanker
paru-paru, gangguan pada alat pencernaan, penyakit jantung dan merusak sistem
saraf.
f.
Boraks
Boraks merupakan
senyawa kimia dengan nama natriurn tetraborat, berbentuk kristal
lunak. Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai menjadi natrium
hidroksida serta asam borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki
sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat
misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci
mata. Secara lokal boraks dikenal sebagai 'bleng' (berbentuk
larutan atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya
pada pembuatan mie basah, lontong dan bakso.
Efek
samping: mual,
muntah, diare, penyakit kulit, kerusakan ginjal, serta gangguan pada otak dan
hati.
g.
Natamysin (kerap digunakan pada produk daging dan keju)
Mual, muntah, tidak nafsu makan,
diare dan perlukaan kulit.
h.
Kalium Asetat
Kerusakan fungsi ginjal.
i.
Nitrit dan Nitrat
Keracunan, mempengaruhi kemampuan
sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, sulit bernapas, sakit
kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.
j.
Kalsium Benzoate
Memicu terjadinya serangan asma.
k.
Sulfur Dioksida
Sulfur
dioksida merupakan gas yang tidak berwarna berbau tajam. Sulfur dioksida
merupakan senyawa kimia dengan rumus SO2 tersusun
dari 1 atom sulfur dan 2 atom oksige yang dihasilkan terutama dari letusan
gunung berapi dan beberapa proses industri. Bahan bakar minyak banyak
mengandung unsure sulfur, sehingga pembakarannya menghasilkan SO2 kecuali sulfurnya telah dihilangkan sebelum dilakukan
pembakaran. Oksidasi lain dari sulfur biasanya dikatalisis oleh NO2 membentuk H2SO4 yang merupakan hujan asam. Emisi sulfur dioksida juga
merupakan komponen partikulat yang ada di atmosfer.
Dapat
menyebabkan: perlukaan
lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.
l.
Kalsium dan Natrium Propionat
Natrium
Metasulfat sama dengan Kalsium dan Natrium Propionat, Natrium Propionat
juga sering digunakan pada produk roti dan tepung.
Penggunaaan melebihi angka maksimum
tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, alergi pada kulit, dan kesulitan tidur.
m.
Tartazine
Tartrazin
(dikenal juga sebagai E102 atau FD&C Yellow 5) adalah pewarna kuning lemon sintetis yang umum
digunakan sebagai pewarna
makanan. Tartrazin merupakan turunan dari coal tar, yang
merupakan campuran dari senyawa fenol, hidrokarbon polisiklik,
dan heterosklik.
Karena kelarutannya dalam air, tartrazin umum digunakan sebagai bahan pewarna
minuman. Absorbansi
maksimal senyawa ini dalam air jatuh pada panjang gelombang 427±2 nm.
Dapat meningkatkan kemungkinan hyperaktif
pada masa kanak-kanak.
n.
Sunset Yellow
Sunset Yellow adalah zat pewarna dalam
spektrofotometer yang berwarna kuning. Pewarna ini merupakan pewarna sintetik yang
bersifat asam yang mengandung kelompok kromofor NN dan
CC. Sunset Yellow dapat digunakan sebagai pewarna makanan, kosmetik dan medikasi. Nama kimia senyawa ini
adalah disodium 2-hidroksi-1-(4-sulfonatofenilazo) naftalen-6-sulfonat
dengan rumus kimia C16H10N2Na2O7S2.
Senyawa ini memiliki berat molekul 452.37. Senyawa ini bersifat larut dalam air
dan memiliki titik leleh >3000C. Pewarna ini memiliki panjang
gelombang maksimum pada 485 nm. Dalam fase solid, absorbansi pewarna ini
adalah 487 nm. Sunset Yellow dapat ditemukan pada jeruk, marzipan, Swiss
roll, selai aprikot,
citrus marmalade, kurd lemon, pemanis, keju, minuman soda, dan lainnya.
Menyebabkan kerusakan kromosom.
o.
Ponceau 4R
Ponceau
4R (juga dikenal sebagai CI 16255, Cochineal
Red A, [1]
CI Acid Red
18, Brilliant Scarlet
3R, Brilliant Scarlet
4R, New coccinea,
SX purple adalah
pewarna sintetis yang
dapat digunakan sebagai pewarna
makanan. Hal ini dilambangkan
dengan E Nomor E124 Nama kimianya adalah
1 -. (4-sulfo-1-napthylazo)
- asam 2-napthol-6,8-disulfonat,
garam trisodium. Ponceau
(bahasa Perancis untuk "poppy
berwarna") adalah nama generik untuk keluarga pewarna
azo.
Ponceau
4R adalah pewarna azo merah yang dapat
digunakan dalam berbagai produk
makanan, dan biasanya disintesis
dari hidrokarbon aromatik dari
minyak bumi.
Anemia dan kepekatan pada
hemoglobin.
p.
Carmoisine (merah)
Menyebabkan kanker hati dan
menimbulkan alergi.
q.
Quinoline Yellow
Hypertrophy, hyperplasia, carcinomas
kelenjar tiroid.
r.
Siklamat (pemanis)
Kanker (Karsinogenik).
s.
Aspartan
Gangguan saraf dan tumor otak
3. Undang-Undang
Menurut undang-undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan,
pada Bab II mengenai Keamanan Pangan, pasal 10 tentang Bahan Tambahan Pangan
dicantumkan:
1.
Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan
dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan
terlarang atau melampau ambang batas maksimal yang telah ditetapkan.
2.
Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan
atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses
produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
4. Kehalalan
Daftar Bahan tambahan makanan yang
termasuk kelompok diragukan kehalalannya:
Daftar
Bahan tambahan makanan yang diragukan kehalalannya
|
|
Bahan
makanan
|
Alasan
|
Potasium
nitrat (E252)
|
Dapat
dibuat dari limbah hewani atau sayuran. Digunakan untuk pengawet, kuring,
mempertahankan warna daging. Contoh pada sosis, ham, keju
Belanda.
|
L-asam
tartarat (E334)
|
|
Turunan
asam tartarat E335, E336, E337, E353 (dari E334)
|
Dapat
berasal dari hasil samping industri wine antioksidan, buffer,
pengemulsi, dll.
|
Gliserol/gliserin
(E422)
|
|
Asam
lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436
|
Dapat
berasal dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani. Pengemulsi, penstabil,
E343: antibusa. Terdapat pada
produk roti dan kue, donat, produk susu (es krim),
desserts beku, minuman, dll.
|
Pengemulsi
yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 – E495)
|
Dapat
dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol
dan asam lemak sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi
tekstur, pelapis, plasticizer, dll. Terdapat pada Snacks, margarin, desserts,
coklat, cake, puding.
|
Edible
bone phosphate
(E542)
|
Dibuat
dari tulang hewan, anti craking agent, suplemen mineral. Terdapat pada
makanan suplemen.
|
Asam
stearat
|
Dapat
dibuat dari lemak hewani walaupun secara komersil dibuat secara sintetik dari
anticracking agent.
|
L-sistein
E920
|
Dapat
dibuat dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia. Sebagai
bahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan perisa daging. Untuk produksi
tepung dan produk roti, bumbu dan perisa.
|
Wine
vinegar
dan malt vinegar
|
5.
Cara Mencegah Dampak Penggunaan Zat Aditif Yang
Berbahaya:
Penggunaaan zat aditif pada makanan
sering kali menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak yang paling sering
muncul adalah dari penggunaan bahan aditif sintetik karena menggunakan bahan
kimia hasil olahan industri. Dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari
penggunaan bahan aditif, kita perlu berhati - hati dalam mengkonsumsi makanan
yang mengandung zat aditif. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak negatif dari penggunaan zat aditif makanan adalah sebagai
berikut.
a) Mengkonsumsi makanan yang mengandung
zat aditif tidak berlebihan.
b) Teliti memilih makanan yang
mengandung zat aditif dengan memeriksa kemasan, karat atau cacat lainnya.
c) Amati apakah makanan tersebut
berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Biasanya makanan yang
mencolok warnanya mengandung pewarna tekstil.
d) Cicipi rasa makanan tersebut. Lidah
juga cukup jeli membedakan mana makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan
yang tidak aman umumnya berasa tajam, misalnya sangat gurih dan membuat lidah
bergetar. Biasanya makanan-makanan seperti itu mengandung penyedap rasa dan
penambah aroma berlebih.
e) Memilih sendiri zat aditif yang akan
digunakan sebagai bahan makanan.
f) Menggunakan zat aditif yang berasal
dari alam.
g) Perhatikan kualitas makanan dan
tanggal produksi dan serta kadaluarsa yang terdapat pada kemasan makanan yang
akan dikonsumsi.
h) Baui juga aromanya. Bau apek atau
tengik menandakan bahwa makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh
mikroorganisme.
i)
Amati komposisi serta bahan-bahan kimia yang terkandung dalam
makanan dengan cara membaca komposisi bahan pada kemasan.
j)
Memeriksa apakah makanan yang akan dikonsumsi telah
terdaftar di Departemen Kesehatan atau belum.
Bab 3
Penutup
A.
Kesimpulan
Aditif
makanan
atau bahan tambahan makanan
adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan
dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa,
tekstur, dan memperpanjang daya simpan.
Beberapa
jenis zat aditif makanan antara lain: penguat rasa, pemanis, pengawet, pewarna, pengental, pengemulsi, pemutih dan pematang tepung, pengatur
keasaman, anti
kempal, pengeras, sekuestran, anti oksidan.
Penggunaan
zat aditif secara berlebihan dapat menyebabkan Gangguan saraf dan tumor otak, kerusakan pada jaringan saraf,
kelainan hati, trauma, hipertensi, stress, demam tinggi, mempercepat proses
penuaan, alergi kulit, mual, muntah, migren, asma, ketidak mampuan belajar,
depresi, dan
lain-lain.
Menurut undang-undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan,
pada Bab II mengenai Keamanan Pangan, pasal 10 tentang Bahan Tambahan Pangan
dicantumkan:
1.
Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan
dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan terlarang atau melampau ambang batas maksimal yang telah ditetapkan.
2.
Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan
atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses
produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
B.
Saran
a)
Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif tidak
berlebihan.
b)
Teliti memilih makanan yang mengandung zat aditif dengan
memeriksa kemasan, karat atau cacat lainnya.
c)
Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh
berbeda dari warna aslinya. Biasanya makanan yang mencolok warnanya mengandung
pewarna tekstil.
d)
Cicipi rasa makanan tersebut. Lidah juga cukup jeli
membedakan mana makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman
umumnya berasa tajam, misalnya sangat gurih dan membuat lidah bergetar.
Biasanya makanan-makanan seperti itu mengandung penyedap rasa dan penambah
aroma berlebih.
e)
Memilih sendiri zat aditif yang akan digunakan sebagai bahan
makanan.
f)
Menggunakan zat aditif yang berasal dari alam.
g)
Perhatikan kualitas makanan dan tanggal produksi dan serta
kadaluarsa yang terdapat pada kemasan makanan yang akan dikonsumsi.
h)
Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik menandakan bahwa
makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.
i)
Amati komposisi serta bahan-bahan kimia yang terkandung
dalam makanan dengan cara membaca komposisi bahan pada kemasan.
j)
Memeriksa apakah makanan yang akan dikonsumsi telah
terdaftar di Departemen Kesehatan atau belum.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/4394523/Dampak_Negatif_Penggunaan_Zat_Aditif_pada_Makanan
http://catatandianakartinisyahnaputri.blogspot.com/2013/01/makalah-kimia-zat-aditif_8004.html
http://bagusbudiman134605.wordpress.com/2012/03/09/efek-samping-zat-aditif/
http://www.slideshare.net/N305A/savedfiles?s_title=makalah-zat-aditif&user_login=fitriasaid
0 comments:
Post a Comment