John Wycliffe adalah penduduk asli Yorkshire, Inggris. Ia belajar di Universitas Oxford tempat ia mengambil jurusan utama dalam filsafat skolastik dan teologi; belakangan mengajar di sana dan menjadi terkenal sebagai teolog skolastik yang cerdas serta ahli debat yang paling dihormati pada zamannya. Pada 1374, ia memasuki pelayanan kerajaan dan dikirim ke Bruges, sebuah kota di Belgia barat laut, agar bernegosiasi dengan Wakil Paus tentang masalah pembayaran upeti kepada Roma, yang harus dibayar oleh semua kerajaan yang berafiliasi kepada Gereja Roma.
Untuk beberapa saat ia dikaitkan dengan John of Gaunt, Duke of Lancaster, dalam oposisinya terhadap pengaruh gereja atau imam dalam masalah politik. Selama waktu itu, Wycliffe menentang hak-hak yang diklaim oleh gereja dan mengimbau diadakan reformasi atas kekayaan, korupsi, dan penyelewengan gereja. Ia memandang raja sebagai penguasa yang sah untuk memurnikan gereja di Inggris. Pandangannya bertentangan keras dengan praktik dan pengajaran Gereja Roma. Oleh karena alasan inilah wali gereja, biarawan, dan imam bangkit meawan ia serta para pengikutnya, yang saat itu disebut Lollard.
Wycliffe adalah sarjana dan filosof Oxford yang terkenal. Bahkan orang-orang yang menjadi musuh doktrin-doktrinnya menyadari hal ini dan terkesan dengan argumennya yang kuat dan logis. Bertahun-tahun setelah kematian Wycliffe, satu dari mereka, seorang yang bernama Walden, menulis surat kepada Paus Martin V dan berkata, “Saya sangat kagum mendengar argumennya yang sangat kuat dengan sumber kuasa yang ia kumpulkan dan dengan intensitas emosional serta kekuatan logikanya.”
Pengaruh Wycliffe sampai pada saat agama yang terorganisir rusak dan bejat akhlaknya. Orang-orang memberikan pelayanan hanya di mulut untuk hal-hal dari Tuhan, tetapi mereka menyangkal kuasa-Nya yang mempertobatkan dengan cara hidup mereka. Tradisi dan upacara buatan manusia sangat penting bagi banyak orang, tetapi hanya sedikit orang yang memiliki hubungan dengan Yesus Kristus yang menyelamatkan. Itu merupakan masa kebutaan rohani. Oleh karena mereka tidak memiliki cara untuk mendapatkan pengetahuan langsung tentang Alkitab, kebanyakan orang dituntun masuk ke dalam wilayah kege1apan dan keraguan serta diajar oleh imam bahwa upacara dan praktik gereja akan menyelamatkan mereka.
Orang-orang Kristen awal dianiaya oleh orang dunia dan sering kali menjadi martir, tetapi John Wycliffe harus menghadapi penganiayaan dari orang-orang yang menyanjung nama Kristus yang kudus. Pejabat gereja sangat marah mendengar ajarannya. Mereka menentangnya dengan segala cara yang mungkin. Pertama, hanya biarawan dan rahib yang menentang Wycliffe. Kemudian mereka bergabung dengan imam, uskup, dan uskup agung. Seorang uskup agung, Simon Sudbury, memindahkan Wycliffe dari kedudukannya di Oxford. Akhirnya, Paus ikut ambil bagian menentang Wycliffe juga.
Selama beberapa saat, Wycliffe mampu menghindari kuasa Gereja Roma karena campur tangan dan perkenan yang ia peroleh dari John of Gaunt, Duke of Lancaster dan Lord Henry Percy, Earl of Northumberland pertama, yang dibunuh pada tanggal 20 Februari 1408, dalam pemberontakan me1awan Henry IV di Bramham Moor. Namun, akhirnya dukungan dari dua orang bangsawan ini terbukti tidak berbuah dan pada 1377 uskup-uskup berhasil menghasut Uskup Agung, Simon Sudbury agar mengambil tindakan melawan Wycliffe.
Sebelumnya Sudbury telah mencabut wewenang Wycliffe untuk mengajarkan “doktrinnya yang menyesatkan”, dan sekarang ia memanggil Wycliffe untuk hadir di depan sidang uskup, Pemimpin sekuler yang mendukung Wycliffe menemukan empat biarawan yang bersedia mendukung Wycliffe di depan para uskup. Sidang itu dilaksanakan di Katedral St. Paul di London.
Para duke dan baron duduk bersama dengan Uskup Agung dan uskup-uskup di Kapel Our Lady. Wycliffe diminta untuk berdiri di depan mereka. Lord Percy menyuruh Wycliffe untuk duduk karena ia “memiliki banyak hal yang perlu dijawab” dan ia perlu duduk. Hal ini membuat marah Uskup London yang berkata bahwa Wycliffe harus tetap berdiri. Argumen sengit yang terjadi setelah itu berlangsung begitu lama, orang banyak menjadi gelisah, dan mulai menyuarakan ketidaksabaran mereka, terutama ketika argumen itu menyempit menjadi dua kubu yang saling mengancam kubu yang lain - kubu sekuler yang mengancam dengan tindakan sekuler terhadap imam dan kubu agama yang mengancam dengan tindakan rohani menentang kaum bangsawan. Argumen itu berakhir ketika Duke of Lancaster membisikkan penghinaan terhadap Uskup London ke orang yang berada di sebelahnya dengan cukup keras sehingga semua orang bisa mendengarnya. Hal ini menimbulkan kegaduhan dari banyak orang, yang berkata bahwa mereka tidak akan membiarkan Uskup mereka diperlakukan seperti itu sehingga rapat itu berakhir dengan saling cela dan cekcok lalu sidang dibubarkan sebelum pukul 9.00. Sidang itu tidak diadakan lagi.
Tidak lama setelah Richard II menggantikan kakeknya Edward III, menjadi raja Inggris pada 1377, Uskup Roma bergerak menentang Wycliffe lagi berdasarkan beberapa artikel yang mereka sarikan dari khotbahnya.
Roti Ekaristi Kudus, setelah penahbisan oleh imam, bukanlah tubuh Kristus yang aktual.
Gereja Roma bukanlah kepala seluruh gereja; demikian juga Petrus tidak memiliki kuasa yang lebih besar daripada yang diberikan oleh Kristus kepada rasul-rasul yang lain.
Pemimpin Gereja Roma tidak memiliki lebih banyak kunci gereja daripada yang lain dalam keimaman.
Injil pada dirinya sendiri sudah cukup untuk mengatur kehidupan setiap orang Kristen di bumi, tanpa peraturan lainnya.
Seperti memilih warna putih pada tembok gereja, semua peraturan yang dibuat untuk mengatur umat beragama tidak menambahkan kesempurnaan pada Injil Yesus Kristus.
Pemimpin Gereja Roma, maupun wali gereja lainnya, seharusnya tidak memiliki penjara untuk menghukum para pelanggar peraturan.
Wycliffe diperintahkan oleh uskup dan wali gereja untuk tidak berbicara serta mengajarkan doktrin-doktrinnya, tetapi ia justru menjadi lebih kuat dan lebih berani dalam tekadnya untuk mengajarkan kebenaran Alkitab. Ia terus menikmati dukungan banyak bangsawan dan berusaha sekali lagi untuk mengajarkan doktrinnya di antara rakyat jelata.
Pada tahun pertama pemerintahan Raja Richard II, Paus bereaksi dengan menerbitkan bulla langsung ke Universitas Oxford dan menegur mereka dengan keras karena tidak “melarang doktrin Wycliffe” dan membiarkan doktrinnya diajarkan begitu lama sehingga bisa berakar. Pengawas mahasiswa dan master Universitas itu berunding apakah mereka akan menghormati bulla itu dengan menerimanya, atau menolak, dan menyangkalnya sebagai hal yang memalukan. Bulla itu menyatakan: Seperti telah kita ketahui melalui banyak orang yang bisa dipercaya bahwa seorang John Wycliffe, rektor Lutterworth, di keuskupan London, profesor ilmu ketuhanan, telah melangkah sampai level kebodohan yang menjijikkan sehingga ia tidak takut mengajar dan berkhotbah di hadapan umum, atau lebih tepatnya memuntahkan isi perutnya yang kotor, dalil, dan kesimpulan tertentu yang salah pun menyesatkan, yang mengeluarkan kerusakan moral bidat, yang cenderung memperlemah dan menggulingkan status gereja secara keseluruhan, bahkan juga pemerintah sekuler
Pendapatyang ia sebarkan di wilayah Inggris ini, negara yang begitu mulia dalam kekuatan yang berlimpah kekayaan dan yang kemurnian imannya bersinar, sejak dulu menghasilkan orang-orang termasyhur karena pengetahuan Alkitab mereka yang jelas dan sehat, matang dalam keseriusan tingkah laku, mencolok ibadahnya, dan pembela iman Gereja Roma yang berani. Beberapa dari kawanan domba Kristus ia cemari dengan doktrinnya dan ia sesatkan dari jalur iman murni yang lurus ke dalam lubang kebinasaan.
Oleh karena itu kita tidak bersedia mengabaikannya karena hal itu menyebabkan penyakit pes yang mematikan, kami dengan tegas memerintahkan agar dengan kuasa kami, kamu menangkap atau menyebabkan orang yang disebut John itu ditangkap dan mengirimnya dan dikawal orang yang bisa dipercaya ke saudara kita yang mulia, Uskup Agung Canterbury dan Uskup London, atau satu dari mereka.
Dua surat lain dari Paus menunjukkan perasaannya yang kuat yang menentang John Wycliffe. Satu surat itu menunjukkan bahwa Paus menghendaki Wyc1iffe muncul di hadapannya jika Uskup tidak mampu menye1esaikan kasus itu dalam waktu tiga bulan. Surat kedua ditujukan kepada Uskup Inggris dan mendesak mereka untuk memperingatkan penguasa sekuler, termasuk raja agar tidak menghormati doktrin Wycliffe. Kedua surat itu berfungsi untuk meneguhkan kasus menentang Wycliffe di antara para uskup dan mereka bertekad untuk membawa Wycliffe ke depan mereka untuk menerima keadilan yang mereka pandang sesuai untuknya karena kebidatannya.
Namun, ketika hari pemeriksaan Wycliffe tiba, seorang dari istana pangeran (Raja Richard II), yang bernama Lewis Clifford masuk ruangan tempat para uskup berada dan memerintahkan untuk tidak memproses pengadilan untuk John Wycliffe lebih lanjut. Kata-katanya begitu mengagetkan para uskup sehingga banyak dari mereka yang tidak bisa berkata apa-apa. Jadi dengan demikian, oleh karya pemeliharaan Allah yang ajaib, John Wycliffe terlepas dari kemarahan para uskup untuk kedua kalinya.
Wycliffe sangat senang karena memiliki waktu lebih banyak untuk mengajar dan berkhotbah. Namun makin banyak ia melakukannya, para uskup dan para penguasa gereja lainnya menjadi makin marah. Kemudian pada Maret 13 78, Paus Gregorius XI, pemimpin yang banyak menimbulkan masalah bagi Wycliffe, mati secara tak terduga. Hal ini memulai terjadinya “Skisma Roma yang Besar” di gereja barat di Roma. Saat itu merupakan masa kekacauan dan kebingungan Roma yang terus berlangsung sampai Konsili Constance memilih Martin V sebagai paus pada 1417.
Pada waktu yang hampir sarna, selama sekitar 3 tahun, perpecahan yang hebat terjadi di Inggris antara rakyat jelata dengan bangsawan. Selama kesulitan itu. Simon of Sudbury, Uskup Agung Canterbury, diculik oleh beberapa orang yang lebih kejam dan dipenggal kepalanya. Ia digantikan oleh William Courtney sebagai wakil gereja, Paus yang tidak kalah kerajinannya dalam mengikis bidat.
Meskipun demikian, sekte Lollard Wycliffe terus bertumbuh makin besar kekuatan dan pengaruhnya di Inggris sampai William Berton, Rektor Universitas Oxford, memanggil delapan doktor biara bersama-sama [rahib] dan empat orang lainnya lalu mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa hukuman berat akan diberikan kepada siapa pun yang berhubungan dengan Wycliffe dan para pengikutnya. Berton mengancam Wycliffe sendiri dengan pengucilan dari gereja dan pemenjaraan. Keputusan itu memberi kesempatan tiga hari kepada Wycliffe dan para pengikutnya untuk ber tobat dari “penyelewengan dan ajaran mereka yang sesat.”
Sebagai respons, Wycliffe berpikir untuk me1ewati paus dan para imam lalu membuat permohonan langsung kepada raja. Namun, Duke of Lancaster melarang ia untuk melakukannya dan berkata bahwa ia harus menundukkan dirinya sendiri pada kecaman dan hukuman Uskup dari keuskupan. Jadi, Wycliffe, yang dikelilingi masalah dan musuh, sekali lagi harus menyatakan doktrinnya secara terbuka di depan pejabat gereja.
Pada Hari St. Duncan pada 1382, sekitar pukul 2.00 siang hari, Uskup Agung Canterbury dan asistennya, beberapa doktor dalam ilmu ketuhanan, pengacara, profesor, dan imam lainnya berkumpul di Blackfriar di London untuk berkonsultasi satu dengan yang lain tentang buku-buku dan pengajaran Wycliffe. Pad a waktu itu, gempa bumi yang hebat terjadi di seluruh Inggris. Banyak orang yang hadir dalam pemeriksaan Wycliffe berkata bahwa itu adalah pertanda dan beberapa bahkan mengusulkan agar mereka membatalkan maksud mereka. Namun, Uskup Agung berkata bahwa mereka salah menafsirkan arti gempa bumi itu dan melanjutkan mendorong mereka untuk meneruskan misi mereka. Ia kemudian membacakan beberapa tulisan Wycliffe kepada kelompok itu dan dengan berani menyatakan bahwa doktrinnya jelas bidat sebab doktrin itu tidak segaris dengan tradisi dan pengajaran gereja. Bukan hanya pengajarannya yang menyesatkan, Uskup Agung menyatakan, tetapi mereka juga tidak beragama.
Oleh karena sejauh tertentu telah dilucuti oleh gempa bumi itu, para pemimpin tidak sepenuhnya bisa diyakinkan oleh Uskup Agung. Satu anggota melaporkan bahwa gejala alam yang sarna terjadi di gereja tertentu ketika percekcokan sebelumnya dengan Wycliffe terjadi. Ia berkata bahwa pintu gereja itu terbuka lebar karena sambaran kilat. Orang-orang yang berada di sana berusaha susah payah me1arikan diri dari api dari surga. Diskusi tentang Wycliffe dan ajarannya berlangsung selama beberapa jam.
Akibat pertemuan di Blackfriar, Uskup Agung Canterbury memberi mandat kepada Uskup London yang menentang John Wycliffe dan para pendukungnya: Telah sampai pada pendengaran kita, bahwa meskipun, oleh hukum gereja, tidak seorang pun, yang sedang dilarang atau tidak diutus, bisa menempati posisi sebagai pengkhotbah, secara umum atau pribadi, tanpa otoritas kursi kerasulan atau uskup di tempat itu; namun meskipun demikian, orang-orang tertentu, yang adalah anak kebinasaan dengan bersembunyi di balik tirai kekudusan yang besar, dibawa pada satu di an tara kondisi pikiran bahwa mereka mengambil otoritas untuk diri mereka sendiri untuk berkhotbah, dan tidak takut untuk meneguhkan, lalu mengajar, secara umum seperti biasa dan terbuka berkhotbah di gereja-gereja dan di jalan-jalan, juga di banyak tempat umum lainnya di provinsi kita; tentang dalil dan kesimpulan tertentu yang bersifat bidat, salah, dan menyesatkan, serta dicela oleh gereja Allah yang menjijikkan bagi ketetapan gereja yang kudus; yang juga meracuni banyak orang Kristen yang baik; dan menyebabkan mereka secara menyedihkan menyeleweng dari iman Gereja Roma, yang tanpanya tidak ada keselamatan.
Oleh karena itu kami menegur dan memperingatkan bahwa tidak ada seorang pun, bagaimanapun keadaan dan kondisinya, boleh mengadakan, mengajar, berkhotbah atau membela bidat dan penyelewengan yang sudah disebutkan sebelumnya, atau apa pun darinya; ia juga jangan mendengar atau memerhatikan orang yang mengkhotbahkan kebidatan atau kesalahan yang dikatakan, atau satu pun darinya; dan jangan memberi perkenan atau dukungan kepadanya, entah secara umum atau pribadi; tetapi segera ia harus menjauhkan diri dan menghindar darinya, seperti ia menghindari ular yang menyemburkan bisa yang menular; di bawah penderitaan kutukan yang lebih besar.
Dan selain itu, kami memerintahkan saudara kami, mengenai pandangan yang mereka selidiki dengan teliti serta tekun; dan terus melawan hal yang sama dengan efektif.
Pada saat yang sama, Rektor baru Universitas Oxford adalah Master Robert Rygge, yang tampaknya mendukung John Wycliffe dan pengajaran Injil Yesus Kristus. Ia sering kali menahan gerakan tertentu yang menentang Wycliffe, oleh karena itu membantu memajukan Injil, yang pada saat itu berada dalam bahaya besar yang ditimbulkan oleh penguasa gereja. Selain itu, ketika khotbah perlu diberikan kepada orang-orang, ia mengutus imam yang ia ketahui sangat mendukung John Wycliffe. Dua dari mereka adalah John Huntman dan Walter Dish, yang secara terbuka menyetujui Wycliffe, pun menghargainya.
Belakangan pada tahun yang sarna (1382), Philip Reppyngdon dan Nicholas Hereford ditunjuk untuk berkhotbah kepada umat pada perayaan kenaikan Kristus ke surga dan Perayaan Corpus Christi. Mereka menyampaikan khotbah yang pro-Wycliffe di biara St. Fridewide [sekarang disebut gereja Kristus] di depan umat.
Hereford mengatakan bahwa Wycliffe adalah seorang yang setia, baik, dan tulus. Biarawan yang hadir merasa terkejut mendengar khotbahnya. Mereka berdiri untuk memprotes dengan keras dan vokal. Terutama ordo Carmelite gereja, yang dipimpin oleh Peter Stokes, yang ribut menentangnya.
Pada saat perayaan Corpus Christi mendekat, beberapa biarawan bertanya-tanya apakah Reppyngdon akan memberikan khotbah yang sarna dengan yang disampaikan Hereford. Mereka mengimbau kepada Uskup Canterbury untuk mencegah khotbah Reppyngdon. Peter Stokes, dari ordo Carmelite, ditunjuk untuk mencemarkan nama baik imam itu dan pengajaran Wycliffe secara terbuka, lalu Uskup Agung Canterbury menulis kepada Rektor Oxford dan mendesaknya untuk memikirkan ulang penunjukan Reppyngdon sebagai pengkhotbah di perayaan Corpus Christi.
Rektor makin berani menghadapi oposisi ini; ia menegur Uskup Agung dan Peter Stokes karena merongrong otoritas universitas serta mengacaukan keadaan yang damai. Ia menyatakan bahwa Uskup Agung tidak memiliki otoritas atas universitas dan universitas akan membuat keputusan sendiri mengenai masalah-masalah itu. Ia secara terbuka menyatakan bahwa ia tidak akan membantu ordo Carmelite dengan cara apa pun.
Oleh karena itu Reppyngdon tetap maju dengan khotbahnya pada hari perayaan. Ia berkata, “Dalam semua masalah moral saya akan membela Master Wyc1iffe sebagai doktor gereja yang sejati.” Ia juga memuji dukungan yang diberikan Duke of Lancaster pada gerakan Injil. Ia menyimpulkan khotbahnya dengan memuji pekerjaan dan pelayanan John Wycliffe.
Ketika khotbahnya selesai, Reppyngdon masuk ke Gereja St. Frideswide disertai dengan banyak temannya, yang seperti dipikirkan musuh-musuhnya, membawa senjata yang disembunyikan di bawah pakaian mereka kalau-kalau ada serangan terhadap Reppyngdon. Biarawan Stokes, dari ordo Carmelites, menyembunyikan dirinya sendiri di tempat suci gereja dan berpikir bahwa mereka akan menyerangnya sehingga ia tidak berani pergi sampai Reppyngdon dan teman-temannya pergi. Di seluruh universitas ada sukacita besar atas keberanian rektor mereka dan mereka dikuatkan oleh khotbah Reppyngdon yang jelas.
Setelah masa pembuangan yang singkat, Wycliffe bisa kembali ke jemaat Lutterworth tempat ia menjadi pendeta [imam jemaat]. Ia meninggal dengan tenang pada 31 Desember 1384 dalam usia 56 tahun.
Dikatakan tentangnya: “hal yang sama menyukakannya pada masa tuanya seperti menyukakannya ketika ia masih muda.”
Musuh terburuk Wycliffe adalah para anggota imam. Namun, ia juga menikrnati dukungan banyak rakyat jelata dan bangsawan, di antara mereka John Clenbon, Lewis Clifford, Richard Stury, Thomas Latimer, William Nevil, dan John Montague. Setelah kematian Wycliffe, orang-orang ini menyingkirkan patung dan ikon dari gereja mereka sebagai penghormatan terhadap doktrin-doktrin dan pengajarannya.
Oposisi terhadap Wycliffe dan ajarannya berlanjut selama bertahun-tahun setelah kematiannya. Pada 14 Mei 1415, Konsili Constance menyatakan: Konsili yang kudus ini menyatakan, memutuskan dan memberikan hukuman, bahwa John Wycliffe adalah bidat yang buruk dan ia mati dalam kebidatannya secara keras kepala. Konsili juga mengutuk orang yang seperti ia dan mengutuk orang yang mengenangnya. Konsili ini juga menyatakan dan memerintahkan agar tubuh serta tulangnya,jika itu bisa dibedakan dari tubuh orang yang setia lainnya, harus dike1uarkan dari tanah, dan dilemparkan jauh dari penguburan gereja mana pun, sesuai petunjuk peraturan dan hukum.
Tiga puluh satu tahun setelah kematian Wycliffe, Konsili Constance memindahkan jenazahnya dari tempat penguburan, membakarnya, dan melemparkan abunya ke dalam sungai. Pelaksana eksekusinya berpikir bahwa mereka akan mematikan pengaruhnya yang terus-menerus melalui tindakan semacam itu, tetapi tidak demikian halnya. Sama seperti yang dipikirkan orang Farisi ketika mereka membunuh Kristus dan menempatkan tubuh-Nya dalam kuburan yang gelap serta berpikir bahwa Dia telah lenyap untuk selama-lamanya, konsili yang menentang John Wycliffe itu berpikir bahwa tindakan simbolis mereka menggali kubur “bidat” itu dan melemparkan abunya akan membunuh ingatan akan ia di antara para pengikutnya. Namun, seperti yang dialami orang-orang Farisi dengan hati cemas, tidak ada satu pun yang bisa menghentikan Yesus Kristus dan tidak ada sesuatu pun yang bisa menghentikan kebenaran.
Meskipun mereka membakar tubuh Wycliffe dan melemparkan abunya ke dalam sungai, firman Allah dan kebenaran doktrin Wycliffe tidak bisa dihancurkan, dan orang-orang lain segera meneruskan pekerjaan yang sudah ia mulai.
0 comments:
Post a Comment