Pendahuluan
A. Latar Belakang
Gerakan Pramuka
Indonesia adalah nama organisasi pendidikan nonformal yang menyelenggarakan
pendidikan kepanduan yang dilaksanakan di Indonesia. Kata “Pramuka” merupakan
singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Rakyat Muda yang Suka
Berkarya.
Sedangkan yang
dimaksud ”Kepramukaan” adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan
di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat,
teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip
Dasar Kepramukaan
dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak dan
budi pekerti luhur. Kepramukaan adalah egara
pendidikan kepanduan yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan dan
perkembangan masyarakat dan bangsa Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah sejarah PRAMUKA di
Indonesia?
2. Bagaimanakah sejarah
penggunaan Bahasa Indonesia?
3. Bagaimanakan sejarah Lambang
Negara Indonesia?
4. Bagaimanakah sejarah Lagu
Kebangsaan Indonesia?
5. Bagaimanakah sejarah Bendera
Merah Putih?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Sebagai tugas akhir
ekstrakurikuler PRAMUKA kelas IX
2. Menambah koleksi makalah di
perpustakaan SMPN 4 Mojokerto
3. Menambah wawasan penulis dan
pembaca mengenai sejarah PRAMUKA dan sejarah Indonesia
D.
Metode
Penulisan
Studi Pustaka
BAB 2
Isi
A.
Sejarah Gerakan
Pramuka Indonesia
Masa Hindia Belanda
Kenyataan sejarah
menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai
"saham" besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta
ada dan berkembangnya pendidikan kepanduan nasional Indonesia. Dalam
perkembangan pendidikan kepanduan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk
bersatu, namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka.
Organisasi kepanduan
di Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandsche Padvinders Organisatie" (NPO) pada
tahun 1912, yang pada saat
pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir
besar sendiri serta kemudian berganti nama menjadi "Nederlands-Indische Padvinders
Vereeniging" (NIPV) pada tahun 1916.
Organisasi Kepanduan
yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah Javaansche Padvinders Organisatie; berdiri atas
prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada tahun 1916.
Kenyataan bahwa
kepanduan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di atas
dapat diperhatikan pada adanya "Padvinder Muhammadiyah" yang pada
1920 berganti nama menjadi "Hizbul Wathan" (HW);
"Nationale Padvinderij" yang didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat
Islam mendirikan "Syarikat Islam Afdeling Padvinderij" yang kemudian
diganti menjadi "Syarikat Islam Afdeling Pandu" dan lebih dikenal
dengan SIAP, Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong
Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO)
didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat bersatu bagi
organisasi kepanduan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan terbentuknya PAPI
yaitu "Persaudaraan Antara Pandu Indonesia" merupakan federasi dari
Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.
Federasi ini tidak dapat
bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya pada 1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis
oleh tokoh dari Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS
(JJP-Jong Java Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan).
PAPI kemudian
berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada
bulan April 1938.
Antara tahun
1928-1935 bermuncullah gerakan kepanduan Indonesia baik yang bernapas utama
kebangsaan maupun bernapas agama. kepanduan yang bernapas kebangsaan dapat
dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu
Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI).
Sedangkan yang bernapas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul
Wathan, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders
Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katolik Indonesia (KAKI),
Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya untuk
menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia
BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree". Rencana ini mengalami
beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang
kemudian disepakati diganti dengan "Perkemahan Kepanduan Indonesia
Oemoem" disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
Masa Bala Tentara
Dai Nippon
"Dai
Nippon" ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang pada waktu itu.
Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan
Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia,
termasuk gerakan kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan
PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepanduan tetap menyala
di dada para anggotanya.Karena Pramuka merupakan suatu organisai yang
menjungjung tinggi nilai persatuan.Oleh karena itulah bangsa jepang tidak
mengijinkan Pramuka tetap lahir di bumi pertiwi.
Masa Republik
Indonesia
Sebulan sesudah
proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia, beberapa tokoh kepanduan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat
untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia
kerja, menunjukkan pembentukan satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh
bangsa Indonesia dan segera mengadakan Konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia.
Kongres yang
dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan
hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh
segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan
Sakti", lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi
kepanduan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Tahun-tahun sulit
dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada
peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api
unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda
mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu, sebagai
patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan bangsanya. Di
daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini
mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI),
Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan
bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi
para anggota pergerakan kepanduan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode
perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada
waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada
tanggal 20-22 Januari 1950.
Kongres ini antara
lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada
golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing
dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi
satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia dengan keputusan Menteri PP dan
K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah
bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepanduan di
Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu
berakhir sudah.
Mungkin agak aneh
juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No.
2334/Kab. itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepanduan menga-dakan
konfersensi di Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan
berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
Pada 1953 Ipindo
berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia. Ipindo merupakan
federasi bagi organisasi kepanduan putera, sedangkan bagi organisasi puteri
terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan
POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini
pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam
perjalanan ke Australia.
Dalam peringatan
Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore
Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20
Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo sebagai wadah
pelaksana kegiatan kepanduan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar dapat
gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepanduan.
Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957.
Seminar Tugu ini
meng-hasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap
gerakan kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan yang
ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958, Pemerintah
RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa
Barat, dengan topik "Penasionalan Kepanduan".
Kalau Jambore untuk
putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan
perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat.
Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga Ipindo
mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina. Nah, masa-masa
kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.
Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka lahir pada tahun
1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang
perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.
Dari ungkapan yang
telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepanduan di
Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah
seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan yang
timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal
3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam
ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar
pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang
kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan
menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30).
Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powell (Lampiran
C Ayat 8).
Ketetapan itu
memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah
Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin
gerakan kepanduan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam
itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui,
metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan
yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk
panitia yang terdiri atas Sri
Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian
Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat
Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian
terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang
Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan
keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Ada perbedaan
sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden
itu.
Masih dalam bulan
April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11
April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini
terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh,
Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia inilah yang
kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan
Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
Kelahiran Gerakan
Pramuka
Gerakan Pramuka
ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu:
- Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan
pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia
pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut
sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
- Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961,
tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan
Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan
menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia,
serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman,
petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam
menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional,
namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak
sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian
disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
- Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia
yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka,
dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961.
Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
- Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana
Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang
didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan
kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961.
Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.
Gerakan Pramuka
Diperkenalkan
Pidato Presiden pada
tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi
Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh
karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus
dan anggotanya.
Menurut Anggaran
Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan
Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
dan Kwartir Nasional Harian.
Badan Pimpinan Pusat
ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu
terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17
orang dan dalam Kwarnasri 8 orang.
Namun demikian dalam
realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus
1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu
17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota
Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas diketuai
oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan
Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.
Sementara itu dalam
Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A.
Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan Pramuka
secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14
Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di
Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel
Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan
berkeliling Jakarta.
Sebelum kegiatan pawai/defile,
Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan
menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan
Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan
kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum
pawai/defile dimulai.
Peristiwa perkenalan
tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap
tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.
B. Sejarah
Perkembangan Bahasa Indonesia
Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional. Bahasa dipahami
sebagai sistem perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi
ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi manusia. Di Indonesia
terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau
etnis.
Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa
penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa
penghubung antara suku-suku, bahasa melayu juga menjadi bahasa transaksi
perdagangan internasional di kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh
berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.
Telah dikemukakan pada beberapa kesempatan, mengapa bahasa melayu dipilih
menjadi bahasa nasional bagi negara Indonesia yang merupakan suatu hal yang
menggembirakan.
Dibandingkan dengan bahasa lain yang dapat dicalonkan menjadi bahasa
nasional, yaitu bahasa jawa (yang menjadi bahasa ibu bagisekitar setengah
penduduk Indonesia), bahasa melayu merupakan bahasa yang kurang berarti. Di
Indonesia, bahasaitu diperkirakan dipakai hanya oleh penduduk kepulauan Riau,
Linggau dan penduduk pantai-pantai diseberang Sumatera. Namun justru karena
pertimbangan itu jualah pemilihan bahasa jawa akan selalu dirasakan sebagai
pengistimewaan yang berlebihan.
Alasan kedua, mengapa bahasa melayu lebih berterima dari pada bahasa jawa,
tidak hanya secara fonetis dan morfologis tetapi juga secara reksikal, seperti
diketahui, bahasa jawa mempunyai beribu-ribu morfen leksikal dan bahkan
beberapa yang bersifat gramatikal.
Faktor yang paling penting adalah juga kenyataannya bahwa bahasa melayu
mempunyai sejara yang panjang sebagai ligua France.
Dari sumber-sumber China kuno dan kemudian juga dari sumber Persia dan
Arab, kita ketahui bahwa kerajaan Sriwijaya di sumatera Timur paling tidak
sejak abad ke -7 merupakan pusat internasional pembelajaran agama Budha serta
sebuah negara yang maju yang perdagangannya didasarkan pada perdagangan antara
Cina, India dan pulau-pulau di Asia Tenggara. Bahas melayu mulai dipakai
dikawasan Asia Tenggara sejak Abad ke-7. bukti-bukti yang menyatakan itu adalah
dengan ditemukannya prasasti di kedukan bukit karangka tahun 683 M (palembang),
talang tuwo berangka tahun 684 M (palembang), kota kapur berangka tahun 686 M
(bukit barat), Karang Birahi berangka tahun 688 M (Jambi) prasasti-prasasti itu
bertuliskan huruf pranagari berbahasa melayu kuno.
Bahasa melayu kuno itu hanya dipakai pada zaman sriwijaya saja karena di Jawa
tengah (Banda Suli) juga ditemuka prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor
ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa melayu
kuno.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan ,
yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa
perhubungan antar suku di Nusantara. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa
perdagangan, baik sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang
datang dari luar nusantara. Informasi dari seorang ahli sejara China I-Tsing
yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain menyatakan bahwa di Sriwijay
ada bahasa yang bernama Koen Loen (I-Tsing : 63-159), Kou Luen (I-Tsing : 183),
K’ouen loven (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Ali Syahbana, 1971 : 0001089), Kun’lun
(parnikel, 1977 : 91), K’un-lun (prentice 1978 : 19), ayng berdampingan dengan
sanskerta.
Yang dimaksud dengan Koen-Luen adalah bahasa perhubungan (lingua france)
dikepulauan nusantara, yaitu bahasa melau. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa
melayu tampak makin jelasa dari, peninggalan-peninggalan kerajaan islam, baik
yang berupa batu tertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujah,
Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil-hasil susastra (abad ke-16 dan
ke-17), seperti syair Hamzah Fansuri, hikayat raja-raja Pasai, sejarah melayu,
Tajussalatin dan Bustanussalatin. Bahasa melayu menyebar kepelosok nusantara
bersama dengan menyebarnya agama islam diwilayah nusantara bahasa melayu mudah
diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antara pulau,
antara suku, antara pedagang, antar bangsa, dan antar kerajaan karena bahasa
melayu tidak mengenal tutur.
Pada tahun 1928 bahasa melayu mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada
tahun tersebut para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan
kebudayaan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia,
keputusan ini dicetuskan melalui sumpah pemuda. Dan baru setelah kemerdekaan
Indonesia tepatnya pada tanggal 18 Agustus Bahasa Indonesia diakui secara
Yuridis.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang
digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan) di Nusantara kemungkinan
sejak abad-abad awal penanggalan modern. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering
dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur, sebab sangat
mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan
mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para
penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi yang pada masa lalu
digunakan oleh kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan
Semenanjung Malaya. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat
halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda melihat kelenturan Melayu Pasar dapat mengancam
keberadaan bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan
bahasa Melayu Tinggi, diantaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa
Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah digunakan
oleh banyak pedagang dalam berkomunikasi.
Sumber Bahasa Indonesia
Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa
Melayu. Dimana Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa
perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya
digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia
Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-prasasti kuno dari
kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Melayu. Dan pasa
saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :
- Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa
buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan satra
- Bahasa Perhubungan (Lingua
Franca) antar suku di Indonesia
- Bahasa Perdagangan baik bagi suku
yang ada di indonesia mapupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
- Bahasa resmi kerajaan.
Jadi jelashlah bahwa bahasa indonesia sumbernya adalah bahasa melayu.
Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa
nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan,
dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin
mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di
Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan
menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa
itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau
bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui
pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir
ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Namun secara Yuridis Bahasa
Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan
Indonesia.
Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.
Penyebutan pertama istilah “Bahasa Melayu” sudah dilakukan pada masa
sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa
Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan
aksara Pallawa atas perintah raja Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada
abad ke-7 sampai ke-12. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti
Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat
Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Berbagai batu bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti:
- Prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, tahun 683.
- Prasasti Talang Tuo di Palembang,
tahun 684.
- Prasasti Kota Kapur di Bangka
Barat, tahun 686.
- Prasasti Karang Brahi antara
Jambi dan Sungai Musi, tahun 688.
Yang kesemuanya beraksara Pallawa dan bahasanya bahasa Melayu Kuno memberi
petunjuk bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai
sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.
Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat
di:
- Jawa Tengah: Prasasti Gandasuli,
tahun 832, dan Prasasti Manjucrigrha.
- Bogor: Prasasti Bogor, tahun 942.
Kedua prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu
Kuno pada saat itu bukan saja dipakai di Sumatra, melainkan juga dipakai di
Jawa.
Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling
sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang
berdekatan.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa
Indonesia yaitu :
- Bahasa melayu sudah merupakan lingua
franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
- Sistem bahasa Melayu sederhana,
mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa
(bahasa kasar dan bahasa halus).
- Suku jawa, suku sunda dan suku
suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional
- Bahasa melayu mempunyai
kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Berkaitan Dengan Bahasa Indonesia.
Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa
Indonesia dapat dirinci sebagai berikut :
- Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi
bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab
Logat Melayu.
- Tahun 1908 pemerintah kolonial
mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama
Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan
novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun
bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
- Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek
Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk
pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), seseorang berpidato
menggunakan bahasa Indonesia.
- Tanggal 28 Oktober 1928 secara
resmi pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan.
- Tahun 1933 berdiri sebuah
angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
- Tahun 1936 Sutan Takdir
Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
- Tanggal 25-28 Juni 1938
dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu
dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat
itu.
- Tanggal 18 Agustus 1945
ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya
(Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
- Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan
penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
- Tanggal 28 Oktober – 2 November
1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini
merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan
dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
- Tanggal 16 Agustus 1972 H. M.
Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan
sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun
1972.
- Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di
seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
- Tanggal 28 Oktober – 2 November
1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang
diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia
sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
- Tanggal 21 – 26 November 1983
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini
diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat
tercapai semaksimal mungkin.
- Tanggal 28 Oktober – 3 November
1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini
dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam,
Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu
ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
- Tanggal 28 Oktober – 2 November
1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya
sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong,
India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika
Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan
disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
- Tanggal 26-30 Oktober 1998
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta.
Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia
- Budi Otomo.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat
kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa
Indonesia, dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah
Belanda diperingan,. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia
asyik dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan bahasa Belanda sebab
bahasa Belanda merupakan syarat utam untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu
pengetahuan barat.
2.
Sarikat Islam.
Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak
dibidang perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak
berdirinya, sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah
Belanda dibidang politik tidak perna mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka
pergunakan ialah bahasa Indonesia.
3.
Balai Pustaka.
Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 balai pustaku ini didirikan.
Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917
namanya berubah menjadi balai pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai
pustaka juga menerbitkan majalah.
Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap
perkembangan bahasa melau menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai
berikut :
- Meberikan kesempatan kepada
pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita ciptanya dalam
bahasa melayu.
- Memberikan kesempatan kepada
rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam
bahasa melayu.
- Menciptakan hubungan antara
sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan melukiskan
hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi cita-cita
bangsanya.
- Balai pustaka juga memperkaya dan
memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam
bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
- Sumpah Pemuda.
Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang
diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun
1926, telah pula diadakan kongres p[emuda yang tepat penyelenggaraannya juga di
Jakarta. Berlangsung kongres ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan
politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.
Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa
dipisahkan dari perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional
yang dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan
Bond. Tujuan utama diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan
berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.
Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam
wadah yang lebih besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi
pemuda itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah
pernyataan bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda.
Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal, Negara, bangsa,
dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang
sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan
bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern.
Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan,
bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan
juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.
Kedudukan Bahasa Indoensia
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting yaitu :
- Sebagai Bahasa Nasional.
Seperti yang tercantum dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang
berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia. Ini berarti bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
Nasional yang kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah.
2.
Sebagai Bahasa Negara
Tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Bab XV Pasal 36) mengenasi
kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahawa bahasa negara ialah bahasa
Indonesia.
Fungsi Bahasa Indonesia
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai :
- Lambang kebangsaan
- Lambang identitas nasional
- Alat penghubung antarwarga,
antardaerah dan antarbudaya
- Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai
suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang
berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa indonesia berfungsi
sebagai :
- Bahasa resmi kenegaraan
- Bahasa pengantar di dalam dunia
pendidikan
- Alat perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
- Alat pengembangan kebudayaan,
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ragam Bahasa
Adanya bermacam-macam ragam bahasa terjadi karena fungsi, kedudukan serta
lingkungan yang berbeda-beda. Ada beberapa ragam bahasa yaitu :
- Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Perbedaan ragam lisan dan tulis yaitu :
- Ragam lisan mengendaki adanya
orang kedua, teman bicara sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan.
- Dalam Ragam lisan unsur-unsur
gramatikan seperti subjek, prediket dan objek tidak selalu dinyatakan,
sedangkan ragam tulis harus dinyatakan.
- Ragam lisan sangat terikan pada
kondisi, situasi, ruang dan waktu sedangkan ragam tulis tidak.
- Ragam lisan dipengaruhi oleh
intonasi suara sedangkan ragam tulis dipengaruhi oleh tanda baca, huruf
kapital dan huruf miring.
1.
Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar
warga masyarakat pemakaiannyasebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan
norma bahasa dalam penggunaannya.
Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan da ditandai oleh
ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
- Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku
Lisan
Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku
pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya.
Ragam baku lisan bergantung kepada besar atau kecilnya ragam daerah yang
terdengar dalam ucapannya.
- Ragam Sosial Dan Ragam Fungsional
Ragam sosial adalah ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya
didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil
dalam masyarakat.
Ragam fungsional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi,
lembaga, lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya.
Variasi Bahasa
Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang
dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan
oleh para penuturnya yang tidak homogen. Variasi bahasa ada beberapa macam
yaitu :
- Variasi bahasa dari segi penutur
Yaitu variasi bahasa yang muncul dari setiap orang baik individu maupun
sosial.
2.
Variasi bahasa dari segi pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau funsinya disebut fungsiolek
atau register adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk
keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang jurnalistik, militer, pertanian,
perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Variasi bahasa dari segi pemakaian ini
yang paling tanpak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan
biasanya mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain.
3.
Variasi bahasa dari segi keformalan
Variasi bahasa dari segi keformalan ada beberapa macam yaitu :
4.
Variasi Baku (frozen)
Adalah variasi bahasa yang paling formal yang digunakan pada situasi hikmat
seperti upacara kenegaraan dan khotbah.
5.
Variasi Resmi (formal)
Adalah Variasi bahasa yag digunakan pada kegiatan resmi atau formal seperti
surat dinas dan pidato kenegaraan.
6.
Variasi Usaha (konsultatif)
Adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa. Seperti
pembicaraan di sekolah dan rapat.
7.
Variasi santai (casual)
Adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi. Seperti
perbincangan dalam keluarga atau perbincangan dengan teman.
8.
Variasi akrab (intimate)
Adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang
hubungannya sudah akrab.
9.
Variasi bahasa dari segi sarana
Adalah variasi bahasa yang dapat dilihat dari sarana atau jalur yang
digunakan. Seperti telepon, telegraf dan radio.
C. Lambang Indonesia
Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya
menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk
menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan
Bhinneka
Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas
pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan
Hamid II dari Pontianak, yang kemudian
disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan
pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik
Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Lambang negara
Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan
Pemerintah No. 43/1958.
Sejarah
Garuda Pancasila
yang diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, masih tanpa jambul dan
posisi cakar di belakang pita.
Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia,
seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief
atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah
candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak
ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief
episode Ramayana yang menggambarkan
keponakan Garuda yang juga bangsa
dewa burung, Jatayu, mencoba
menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang digambarkan
sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin adalah arca
Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum
Trowulan.
Garuda muncul dalam
berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak kisah Garuda melambangkan
kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai
kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan
penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai
"Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para
burung". Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki
kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia.
Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah
keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan
pertempuran melawan Naga. Posisi mulia Garuda dalam tradisi
Indonesia sejak zaman kuna telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia,
sebagai perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga
dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda
Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan
Garuda sebagai lambang negara.
Setelah Perang
Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan kedaulatan
Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi
Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu Republik
Indonesia Serikat) memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari
1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah
koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan
panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki
Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota.
Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih
dan diajukan kepada pemerintah
Merujuk keterangan Bung
Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan
Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua
rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M
Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah
rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan
terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS
Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan
penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang
dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih
dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari
1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II
diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat
masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan
kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan
dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.
[2]
Sultan Hamid II
kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan
berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda
Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan
rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana
menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam,
Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II
akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11
Februari 1950.[3] Ketika itu gambar
bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak
berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian
memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di
Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus
memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno
memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut;
setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada
kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita
dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden
Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala
Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang
Amerika Serikat.[4] Untuk terakhir
kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar
lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar
lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar
dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen
Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik
Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
Deskripsi dan Arti Filosofi Garuda
- Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah
dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu
kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan
sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa
yang besar dan negara yang kuat.
- Warna keemasan pada burung
Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
- Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
- Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, antara lain:
- 17 helai bulu pada masing-masing sayap
- 8 helai bulu pada ekor
- 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
- 45 helai bulu di leher
Perisai
- Perisai adalah tameng
yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai
bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan
diri untuk mencapai tujuan.
- Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam
tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang
menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara
tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
- Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera
kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan
pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
- Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang
pada ruang perisai adalah sebagai berikut[5]:
- Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan
cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima
berlatar hitam[6];
- Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri
bawah perisai berlatar merah[7];
- Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan
pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih[8];
- Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala
banteng[9] di bagian
kanan atas perisai berlatar merah [10]; dan
- Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai
berlatar putih.
Pita bertuliskan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika
- Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita
putih bertuliskan "Bhinneka
Tunggal Ika" berwarna hitam.
- Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin
Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata
"bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata
"tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara
harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu",
yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah
satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu
kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan
kepercayaan.
Beberapa aturan
Penggunaan lambang
negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035).
Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan
Pemerintah No. 43/1958 [11]
Lambang Negara
menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
- warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
- warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
- warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
- warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk
jantung; dan
- warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Lambang Negara wajib
digunakan di:
- dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan;
- luar gedung atau kantor;
- lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara,
dan tambahan berita negara;
- paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan
pemerintah;
- uang logam dan uang kertas; atau
- meterai.
Dalam hal Lambang
Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau
gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
- Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih
tinggi daripada Bendera Negara; dan
- gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden
ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.
Setiap orang
dilarang:
- mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang
Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan
Lambang Negara;
- menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai
dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
- membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai
Lambang Negara; dan
- menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
Ukuran/dimensi resmi
lambang negara.
- UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035)
- Artikel Garuda Pancasila (materi yang dipindahkan)
- Artikel Lambang Indonesia (awal)
D. Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini pertama kali diperkenalkan oleh komponisnya, Wage Rudolf Soepratman, pada tanggal 28 Oktober 1928 pada saat Kongres Pemuda II di Batavia. Lagu ini menandakan kelahiran pergerakan nasionalisme seluruh nusantara di Indonesia yang mendukung ide satu "Indonesia" sebagai penerus Hindia Belanda, daripada dipecah
menjadi beberapa koloni.
Stanza pertama dari Indonesia Raya dipilih sebagai lagu kebangsaan ketika
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Indonesia Raya dimainkan pada upacara bendera. Bendera
Indonesia dinaikkan dengan khidmat dan gerakan
yang diatur sedemikian supaya bendera mencapai puncak tiang bendera ketika lagu
berakhir. Upacara bendera utama diadakan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus
untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Upacara ini
dipimpin oleh Presiden
Indonesia.
Sejarah
Ketika mempublikasikan Indonesia Raya tahun 1928, Wage Rudolf Soepratman dengan jelas menuliskan "lagu kebangsaan" di bawah judul
Indonesia Raya. Teks lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali oleh
suratkabar Sin Po, sedangkan rekaman
pertamanya dimiliki oleh seorang pengusaha bernama Yo Kim Tjan.
Setelah dikumandangkan tahun 1928 dihadapan para peserta Kongres Pemuda II dengan biola, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera melarang penyebutan lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya. Meskipun
demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka menyanyikan lagu itu dengan
mengucapkan "Mulia, Mulia!" (bukan "Merdeka, Merdeka!")
pada refrein. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu
kebangsaan.[1]
Selanjutnya lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat
partai-partai politik. Setelah Indonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai
lagu Kebangsaan perlambang persatuan bangsa.
Namun pada saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversial
dan pada kompas tahun 1990-an, Remy Sylado, seorang budayawan dan seniman senior Indonesia mengatakan bahwa lagu
Indonesia Raya merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul Lekka Lekka Pinda Pinda. Kaye A. Solapung, seorang pengamat
musik, menanggap tulisan Remy dalam Kompas tanggal 22 Desember 1991. Ia
mengatakan bahwa Remy hanya sekadar mengulang tuduhan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an. Ia juga mengatakan dengan mengutip Amir Pasaribu bahwa
dalam literatur musik, ada lagu Lekka Lekka Pinda Pinda di Belanda, begitu pula Boola-Boola di Amerika Serikat. Solapung kemudian membedah lagu-lagu itu. Menurutnya,
lagu Boola-boola dan Lekka Lekka tidak sama persis dengan Indonesia Raya,
dengan hanya delapan ketuk yang sama. Begitu juga dengan penggunaan Chord yang
jelas berbeda. Sehingga, ia menyimpulkan bahwa Indonesia Raya tidak
menjiplak.
Naskah pada koran
Sin Po (1928)
Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh WR
Supratman dan dikumandangkan pertama kali di muka umum pada Kongres Pemuda 28
Oktober 1928 di Jakarta (pada usia 25 tahun), dan disebarluaskan oleh koran Sin Po pada edisi bulan November 1928. Naskah tersebut ditulis oleh WR Supratman
dengan Tangga Nada C (natural) dan dengan catatan Djangan Terlaloe Tjepat,
sedangkan pada sumber lain telah ditulis oleh WR Supratman pada Tangga Nada G
(sesuai kemampuan umum orang menyanyi pada rentang a-e) dan dengan irama
Marcia, Jos Cleber (1950) menuliskan dengan irama Maestoso con bravura (kecepatan
metronome 104).
Aransemen simfoni Jos Cleber (1950)
Secara musikal, lagu ini telah dimuliakan — justru — oleh orang Belanda
(atau Belgia) bernama Jos Cleber (pada waktu itu ia berusia 34 tahun) yang tutup usia tahun 1999 pada usia 83 tahun. Setelah menerima permintaan Kepala Studio RRI Jakarta adalah Jusuf
Ronodipuro sejak pada tahun 1950, Jos Cleber pun menyusun
aransemen baru, yang penyempurnaannya ia lakukan setelah juga menerima masukan
dari Presiden Soekarno.
Rekaman asli (1950)
dan rekam ulang (1997)
Rekaman asli dari Jos Cleber sejak pada tahun 1950 dari Jakarta
Philharmonic Orchestra dimainkan perekaman secara bersuara stereo di Bandar
Lampung sejak peresmian oleh Presiden Soeharto sejak pada tanggal 1 Januari 1992 dan direkam kembali
secara digital di Australia sejak bertepatan
pada Kerusuhan
Mei 1998 yang diaransemen oleh Jos Cleber yang tersimpan di RRI
Jakarta oleh Victoria Philharmonic Orchestra di bawah konduktor oleh Addie Muljadi Sumaatmadja yang berkerjsama
oleh Twilite Orchestra yang diletak debut album pertama oleh Simfoni
Negeriku yang durasi selama 1-menit 47-detik.
Lirik asli (1928)
INDONESIA RAJA
I
Indonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe, Disanalah akoe berdiri, Mendjaga Pandoe Iboekoe. Indonesia kebangsaankoe, Kebangsaan tanah airkoe, Marilah kita berseroe: "Indonesia Bersatoe". Hidoeplah tanahkoe, Hidoeplah neg'rikoe, Bangsakoe, djiwakoe, semoea, Bangoenlah rajatnja, Bangoenlah badannja, Oentoek Indonesia Raja.
II
Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja, Disanalah akoe hidoep, Oentoek s'lama-lamanja. Indonesia, tanah poesaka, Poesaka kita semoea, Marilah kita mendoa: "Indonesia Bahagia". Soeboerlah tanahnja, Soeboerlah djiwanja, Bangsanja, rajatnja, semoeanja, Sedarlah hatinja, Sedarlah boedinja, Oentoek Indonesia Raja.
III
Indonesia, tanah jang soetji,
Bagi kita disini, Disanalah kita berdiri, Mendjaga Iboe sedjati. Indonesia, tanah berseri, Tanah jang terkoetjintai, Marilah kita berdjandji: "Indonesia Bersatoe" S'lamatlah rajatnja, S'lamatlah poet'ranja, Poelaoenja, laoetnja, semoea, Madjoelah neg'rinja, Madjoelah Pandoenja, Oentoek Indonesia Raja.
Refrain
Indones', Indones',
Moelia, Moelia, Tanahkoe, neg'rikoe jang koetjinta. Indones', Indones', Moelia, Moelia, Hidoeplah Indonesia Raja. |
Lirik resmi (1958)
INDONESIA RAJA
I
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku, Disanalah aku berdiri, Djadi pandu ibuku. Indonesia kebangsaanku, Bangsa dan tanah airku, Marilah kita berseru, Indonesia bersatu. Hiduplah tanahku, Hiduplah neg'riku, Bangsaku, Rajatku, sem'wanja, Bangunlah djiwanja, Bangunlah badannja, Untuk Indonesia Raja.
II
Indonesia, tanah jang mulia,
Tanah kita jang kaja, Disanalah aku berdiri, Untuk s'lama-lamanja. Indonesia, tanah pusaka, P'saka kita semuanja, Marilah kita mendoa, Indonesia bahagia. Suburlah tanahnja, Suburlah djiwanja, Bangsanja, Rajatnja, sem'wanja, Sadarlah hatinja, Sadarlah budinja, Untuk Indonesia Raja.
III
Indonesia, tanah jang sutji,
Tanah kita jang sakti, Disanalah aku berdiri, Ndjaga ibu sejati. Indonesia, tanah berseri, Tanah jang aku sajangi, Marilah kita berdjandji, Indonesia abadi. S'lamatlah rakjatnja, S'lamatlah putranja, Pulaunja, lautnja, sem'wanja, Madjulah Neg'rinja, Madjulah pandunja, Untuk Indonesia Raja.
Refrain
Indonesia Raja,
Merdeka, merdeka, Tanahku, neg'riku jang kutjinta! Indonesia Raja, Merdeka, merdeka, Hiduplah Indonesia Raja. |
Lirik modern
INDONESIA RAYA
I
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku, Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku. Indonesia kebangsaanku, Bangsa dan tanah airku, Marilah kita berseru, Indonesia bersatu. Hiduplah tanahku, Hiduplah neg'riku, Bangsaku, Rakyatku, semuanya, Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya, Untuk Indonesia Raya.
II
Indonesia, tanah yang mulia,
Tanah kita yang kaya, Di sanalah aku berdiri, Untuk s'lama-lamanya. Indonesia, tanah pusaka, P'saka kita semuanya, Marilah kita mendoa, Indonesia bahagia. Suburlah tanahnya, Suburlah jiwanya, Bangsanya, Rakyatnya, semuanya, Sadarlah hatinya, Sadarlah budinya, Untuk Indonesia Raya.
III
Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti, Di sanalah aku berdiri, N'jaga ibu sejati. Indonesia, tanah berseri, Tanah yang aku sayangi, Marilah kita berjanji, Indonesia abadi. S'lamatlah rakyatnya, S'lamatlah putranya, Pulaunya, lautnya, semuanya, Majulah Neg'rinya, Majulah pandunya, Untuk Indonesia Raya.
Refrain
Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka, Tanahku, neg'riku yang kucinta! Indonesia Raya, Merdeka, merdeka, Hiduplah Indonesia Raya. |
Notasi
Protokol
Lagu kebangsaan
Indonesia Raya dan penggunaannya diatur dalam Peraturan
Pemerintah No.44 Tahun 1958.
Penyiaran
Lagu kebangsaan
Indonesia Raya selalu dimainkan pada siaran pembuka stasiun televisi adalah:
- Maranatha Record (Vokal)
- TVRI (Nasional)
- Bali TV Denpasar (Lokal dengan
pembukaan siaran)
- BeritaSatu TV (Berjaringan
dengan pembukaan dan penutupan siaran)
- UFO
Record & Fitto (Instrumental)
- TVRI Sumatera Utara (Daerah)
- RCTI (Nasional
dengan pembukaan dan penutupan siaran)
- MNCTV (sebelumnya
bernama TPI, Nasional dengan pembukaan dan
penutupan siaran)
- ANTV (sebelumnya
bernama ANTeve, Nasional dengan pembukaan dan
penutupan siaran)
- MetroTV
(Nasional/Versi Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia)
- Trans7 (sebelumnya
bernama TV7, Nasional)
- tvOne (sebelumnya
bernama LatiVi, Nasional)
- B-Channel (Berjaringan)
- Deli TV Medan a member of SINDOtv (Lokal)
- JakTV Jakarta (Lokal dengan
pembukaan dan penutupan siaran)
- Cahaya TV Network Tangerang (Lokal dengan
pembukaan dan penutupan siaran)
- TV3 Tangerang (Lokal dengan
pembukaan dan penutupan siaran)
- Bali TV Denpasar (Lokal dengan
penutupan siaran)
- Nikkodo Enterprise Company Limited (Vokal)
- SCTV (Nasional
dengan pembukaan siaran sejak pada tanggal hari Selasa, 11 Juli 2005 sampai dengan
akhir pada tanggal hari Rabu, 21 Desember 2005)
- MD
Entertainment (All Choir of Cinta Fitri)
- Global TV (sebelumnya
bernama TVG, Nasional
dengan pembukaan dan penutupan siaran)
- TATV Solo (Lokal dengan
pembukaan dan penutupan siaran)
- SINDOtv (sebelumnya
bernama SUN TV, Berjaringan dengan pembukaan dan
penutupan siaran)
- MNC News (Berlangganan
dengan pembukaan dan penutupan siaran)
- WAA/Purnama Record (Vokal yang
dipenyanyikan oleh Maudy Ayunda (asal Jakarta (ibu kota
negara Republik
Indonesia)) & Faby Marcelia (asal kota
Bandung (ibu kota provinsi
Jawa Barat))
- SCTV (Nasional
dengan pembukaan dan penutupan siaran)
- Nexmedia (Berbayaran
dengan pembukaan dan penutupan siaran)
- O Channel Jakarta (Lokal dengan
pembukaan dan penutupan siaran)
- Batam TV (Lokal dengan
pembukaan dan penutupan siaran yang dipenyanyikan oleh SMA Negeri 1 Batam)
- Gema Nada Pertiwi (GMP) & Cakrawala Musik Nusantara
(CMN)
- Vokal:
- Indosiar (Nasional)
- Trans TV (Nasional)
- Elshinta TV Jakarta (Lokal
dengan pembukaan dan penutupan siaran)
- DAAI TV Jakarta & Medan (Lokal)
- NET. (sebelumnya
bernama Televisi Anak Spacetoon,
Berjaringan)
- Instrumental:
Yang stasiun televisi tidak siaran 24-jam nonstop.
E.
Bendera Indonesia
Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara
singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang
Saka Merah Putih, Sang Merah
Putih, Merah Putih, atau
kadang disebut Sang Dwiwarna
(dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang
dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna
merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
Sejarah
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13. Akan tetapi ada pendapat
bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar
asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna
merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih
kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia — dari Tahiti, Indonesia, sampai
Madagaskar. Merah dan putih
kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan.
Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat
ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah
digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan
tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas
katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami
diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah
putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah
memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX
dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya ,
bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna
merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang
kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.
Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang-pejuang Aceh telah menggunakan bendera
perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang
diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa
ayat suci Al Quran. Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung
Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan
Bone. Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang. Panji kerajaan Badung
yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji
mereka berwarna merah, putih, dan hitam yang mungkin juga berasal dari warna
Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai
panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian,
warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis
di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang
digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat
itu pula.
Arti Warna
Bendera Indonesia
memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan raga manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia.
Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan jiwa dan raga manusia untuk membangun
Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih
mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa (gula
aren) dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan
utama dalam masakan
Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan
putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh
orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia
empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian.
Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai
lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur
putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.
Peraturan Tentang
Bendera Merah Putih
Bendera negara diatur menurut UUD '45 pasal 35, UU No
24/2009, dan Peraturan
Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia
Bendera Negara
dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan dengan ketentuan ukuran:
- 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana
kepresidenan;
- 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
- 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan
Wakil Presiden;
- 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
- 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
- 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;dan
- 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
Pengibaran dan/atau
pemasangan Bendera Negara dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. Dalam keadaan tertentu, dapat dilakukan pada malam hari.
Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan
Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak
penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan
transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Bendera Negara wajib
dikibarkan setiap hari di:
- Istana Presiden dan Wakil
Presiden;
- Gedung atau kantor lembaga negara;
- Gedung atau kantor lembaga pemerintah;
- Gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian;
- Gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
- Gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;
- Gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri;
- Gedung atau halaman satuan pendidikan;
- Gedung atau kantor swasta;
- Rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
- Rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
- Rumah jabatan menteri;
- Rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan
nonkementerian;
- Rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat;
- Gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
- Pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
- Lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Republik Indonesia; dan
- Taman makam pahlawan nasional.
Bendera Negara sebagai
penutup peti atau usungan jenazah dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan
Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri,
kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan
diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik
Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang
berjasa bagi bangsa dan negara.
Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut
Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih
disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
Setiap orang dilarang:
- Merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau
melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan
kehormatan Bendera Negara;
- Memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan
komersial;
- Mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur,
kusut, atau kusam;
- Mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau
tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
- Memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap,
pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan
Bendera Negara.
Kemiripan dengan
bendera negara lain
Menurut kesetaraan kedudukannya sebagai bendera nasional, bendera ini
mirip dengan Bendera Monako yang mempunyai warna sama namun rasio yang berbeda, selain itu bendera ini
juga mirip dengan Bendera
Polandia yang mempunyai warna yang sama namun
warnanya terbalik.
BAB 3
Penutup
A. Kesimpulan
A. Sejarah pramuka Indonesia melalui tiga masa, yaitu:
1.
Masa Hindia
Belanda
2.
Masa Bala Tentara
Dai Nippon
3.
Masa Republik
Indonesia
B.
Sejarah
bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan bahasa melayu
yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan nusantara.
C.
Lambang negara
Indonesia adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika.
D.
Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini pertama kali diperkenalkan oleh komponisnya, Wage Rudolf Soepratman, pada tanggal 28 Oktober 1928 pada saat Kongres Pemuda II di Batavia.
E.
Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara
singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang
Saka Merah Putih, Sang Merah
Putih, Merah Putih, atau
kadang disebut Sang Dwiwarna
(dua warna).
Daftar Pustaka
Ahmadi Muhsin. 1990. Sejarah dan Standarisasi Bahasa Indonesia. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Broto A. S. 1978. Pengajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
http:// id.wikipedia.org/wiki/Bendera_Indonesia
http:// id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Raya
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Gerakan_Pramuka_Indonesia
Tasai, S Amran
dan E. Zaenal Arifin. 2000. Cermat Berbahasa
Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo
Inilah Saatnya Menang Bersama Legenda QQ
ReplyDeleteSitus Impian Para pecinta dan peminat Taruhan Online !!!
Hanya Dengan 1 id bisa main 7 games boss !!!
CAPSA SUSUN | PLAY POKER | BANDAR POKER | BandarQ | Domino99 | AduQ | SAKONG Terbaik
Keunggulan Legenda QQ :
- MINIMAL DEPO & WD 20.000
- PROSES DEPO & WD TERCEPAT
- KARTU-KARTU BERKUALITAS DISAJIKAN
- CS RAMAH & INSPIRATIF SIAP MEMBANTU 24 JAM
- TIPS & TRIK MENJADI KEUNGGULAN SITUS INI
Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan diri anda di Legenda QQ
Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama kami !!!
Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar" nya !!!
Contact Us :
+ website : legendapelangi.com
+ Skype : Legenda QQ
+ BBM : 2AE190C9